FotografiFoto CeritaMuarajambi dan Jejak Peradaban...
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Bebas Akses

Muarajambi dan Jejak Peradaban yang Terpendam

Peradaban di Muarajambi diperkirakan dari abad ke-6 dan bertahan hingga abad ke-13.

Oleh
RADITYA HELABUMI JAYAKARNA
· 2 menit baca

Agus Yahya (56) berdiri di dekat struktur bangunan terakota, tangannya membawa sebongkah bata merah. Tak lama kemudian, ia berpindah duduk di atas bangku kecil, bata merah itu kemudian ia jepit dengan kedua kakinya. Menggunakan sekrap dan pemukul, Agus mulai menatah bagian ujung bata merah. ”Tak, tak, tak” terdengar suara sekrap yang beradu dengan bata merah. Dengan berhati-hati dan perlahan-lahan, ia menatah.

Namun, baru sebentar ia menatah, sepertiga bagian dari bata merah itu pecah. Ternyata bata itu sudah tidak padat lagi, tampak berongga pada bagian dalamnya. Bata yang pecah itu kemudian ia kumpulkan dengan beberapa bata lainnya yang memiliki ukuran serupa.

Menatah bata untuk struktur Candi Kotomahligai.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Menatah bata untuk struktur Candi Kotomahligai.

Bata yang pecah.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Bata yang pecah.

Menjemur sarung tangan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Menjemur sarung tangan.

Agus merupakan salah satu dari ratusan pekerja yang saat ini terlibat dalam revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi di Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Sekitar 500 pekerja dalam proyek revitalisasi tersebut merupakan warga lokal dan tinggal di beberapa desa penyangga di sekitar kawasan cagar budaya.

Pagi itu, Rabu (9/7/2024), mendung menyelimuti langit di lokasi kompleks pemugaran Candi Kotomahligai yang berada di Desa Danau Lamo, Kecamatan Maro Sebo, Muaro Jambi. Hujan gerimis sesekali turun. Di antara rimbun pepohonan para pekerja dan anggota tim pemugaran candi sibuk menyelesaikan pekerjaan mereka. Beragam jenis pohon berukuran besar, seperti kundur, rengas, sialang, duku, durian, dan kelengkeng banyak tumbuh di tempat ini.

Candi Kotomahligai merupakan satu dari empat candi dan situs di Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi yang saat ini sedang dilakukan pemugaran.

Pencatatan hasil temuan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pencatatan hasil temuan.

Pagar
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pagar

Mengukur lebar pagar.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Mengukur lebar pagar.

Mengayak bata yang telah ditumbuk.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Mengayak bata yang telah ditumbuk.

Cetiyaghara Candi Kotomahligai.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Cetiyaghara Candi Kotomahligai.

Setelah melalui proses ekskavasi sejak beberapa bulan lalu, sejumlah struktur utama yang terbuat dari bata merah di Candi Kotomahligai mulai terlihat. Struktur tersebut, antara lain, ialah pagar luar dan pagar dalam, gapura, cetiyaghara atau candi induk, serta mandapa.

Candi dan situs lainnya yang saat ini juga sedang dipugar adalah Candi Paritduku, Candi Sialang, dan situs Menapo Alun-alun. Secara keseluruhan Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi yang terletak di sekitar Sungai Batanghari ini memiliki luas hampir 4.000 hektar, dengan lebih dari 115 situs dan candi, serta 3.000 koleksi.

Kompleks Candi Sialang.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Kompleks Candi Sialang.

Akar pohon di antara struktur candi.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Akar pohon di antara struktur candi.

Ekskavasi di kompleks Candi Sialang.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Ekskavasi di kompleks Candi Sialang.

Menata struktur di Candi Paritduku.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Menata struktur di Candi Paritduku.

Pohon di atas salah satu struktur di Candi Paritduku.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pohon di atas salah satu struktur di Candi Paritduku.

Area ekskavasi di Menapo Aun-alun.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Area ekskavasi di Menapo Aun-alun.

Jembatan kayu menuju Menapo Alun-alun.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Jembatan kayu menuju Menapo Alun-alun.

Bata temuan di lokasi Candi Paritduku .
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Bata temuan di lokasi Candi Paritduku .

Situs yang merupakan peninggalan bercorak Buddha ini tidak hanya menyimpan kekayaan sejarah, tetapi juga jejak kemajuan peradaban dan pusat pendidikan di masa lalu. Berdasarkan hasil penanggalan dari sisa arang yang terakhir ditemukan, peradaban di Muarajambi diperkirakan dari abad ke-6 dan bertahan hingga abad ke-13.

Revitalisasi Kawasan Cagar Budaya Nasional (KCBN) Muarajambi yang saat ini masih berlangsung merupakan yang terbesar kedua di Indonesia setelah pemugaran Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, pada tahun 1973 dan selesai pada tahun 1983.

Drum penampung air di Candi Paritduku.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Drum penampung air di Candi Paritduku.

Kompleks Candi Kedaton.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Kompleks Candi Kedaton.

Gadis kecil di Candi Kedaton.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Gadis kecil di Candi Kedaton.