Fotografi tidak hanya sebagai alat dokumentasi visual, tetapi juga sebagai sumber informasi yang kaya dan alat untuk membangkitkan pemahaman yang lebih dalam tentang realitas sosial. Artinya, fotografi memiliki peran yang signifikan dalam proses penelitian sosial. Penggunaan foto sebagai metode penelitian memungkinkan para peneliti untuk melihat lebih dari sekadar apa yang bisa diungkapkan oleh kata-kata atau angka-angka. Melalui foto, peneliti bisa mendapatkan momen, ekspresi, dan konteks yang mungkin saja sulit dijelaskan dalam bahasa verbal ataupun literal. Perspektif dan intuisi biasanya lebih muncul melalui media visual, termasuk fotografi.
Dengan demikian, foto lebih dari sekadar alat untuk merekam data secara teknis, tetapi juga alat untuk menstimulasi refleksi, diskusi, dan pemahaman yang lebih mendalam tentang sebuah fenomena ataupun realitas sosial yang kompleks. Foto menjadi semacam jendela untuk menjelajahi, memahami, dan merespons berbagai aspek kehidupan manusia dalam konteks sosial.
Penggunaan foto sebagai metode penelitian sosial dapat sangat membantu kita dalam memahami realitas sosial yang beragam dan kompleks. Sejarah penggunaan foto untuk penelitian sosial diawali sejak abad ke-19 ketika fotografi mulai berkembang sebagai medium yang dapat merekam kehidupan sehari-hari, kondisi sosial, dan perubahan budaya. Misalnya, fotografi dokumenter seperti yang dilakukan oleh Jacob Riis pada akhir abad ke-19, yang memotret kondisi kehidupan kaum imigran di New York City, memberikan kontribusi penting dalam memperlihatkan kondisi sosial yang sulit kepada masyarakat luas dan pembuat kebijakan. Hal yang sama juga dilakukan oleh Lewis Hine.