”Bagaimana perasaan seorang ibu yang mengandung, melahirkan, mendidik, dan merawat anaknya dibakar hidup-hidup,” ujar Maria Sanu dengan suara lirih. Wajahnya yang sudah dipenuhi keriput itu sesekali mengalirkan air mata tatkala ia menceritakan anaknya yang menjadi korban tewas dalam tragedi Mal Yogya di Klender, Jakarta Timur, pada Mei 1998. Gambar perjamuan terakhir antara Yesus dan murid-muridnya seakan menemani kesedihan Maria Sanu setelah seperempat abad ditinggal pergi anaknya.
Stevanus Sanu sore itu baru saja selesai mengerjakan tugas sang ibu untuk merapikan pakaian yang selesai dicuci. Setelah pakaian dilipat rapi, bergegaslah ia menuju lapangan dekat rumahnya di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, untuk bermain bola dengan anak-anak yang lain. Konsentrasinya menjadi kiper buyar setelah seorang warga memberi tahu adanya kerusuhan di sekitar Mal Yogya di kawasan Klender. Rasa penasarannya itu membuat ia langsung berangkat mencari tahu apa yang terjadi.