Istilah amatir kerap dipertentangkan dengan profesional. Lalu, dikaitkan dengan kualitas dan harga. ”Ada rupa, ada harga”, demikian ungkapan yang berlaku. Namun, bukan berarti segala hal yang amatir tidak memiliki arti. Demikian pula dalam dunia fotografi. Seorang fotografer amatir belum tentu karya-karyanya kalah kualitas dengan fotografer profesional. Belum tentu juga peralatan fotografi para fotografer amatir lebih murah. Perbedaannya, fotografer profesional menjadikan fotografi sebagai mata pencarian, sedangkan fotografer amatir melakukannya untuk kesenangan.
Pada abad ke-19, di Hindia Belanda, fotografer masih merupakan profesi jasa yang dianggap khusus karena jasanya hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu, terutama bagi mereka yang berduit. Hanya para pejabat Eropa, bangsawan, dan penguasa lokal pada masa itu yang merupakan kelompok masyarakat yang mampu membayar biaya foto di studio atau secara khusus dapat mengundang fotografer profesional. Berbagai peralatan yang merepotkan mustahil menjadikan kegiatan fotografi ini sebagai suatu hobi. Apalagi jika dilakukan dalam perjalanan. Namun, ada saja orang yang memilih kegiatan ini sebagai hobi dan sekaligus mendukung pekerjaan utamanya.