logo Kompas.id
EkonomiIkan Gabus Kusayang, Cuan Pun ...
Iklan

Ikan Gabus Kusayang, Cuan Pun Datang

Menjaga gambut bisa ditempuh dengan budidaya ikan gabus dan nanas yang mendatangkan cuan seperti di Siak, Riau.

Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
· 8 menit baca
Nad (59), peternak karamba, menunjukkan ikan gabus yang dibudidayakan sementara dengan kolam buatan dengan memanfaatkan air kanal gambut di Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Rabu (18/9/2024).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Nad (59), peternak karamba, menunjukkan ikan gabus yang dibudidayakan sementara dengan kolam buatan dengan memanfaatkan air kanal gambut di Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Rabu (18/9/2024).

Tiga kolam berdinding kayu, beralaskan terpal, dengan dinaungi paranet tertata di halaman rumah Nad (64) di Desa Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau. Samar-samar tampak ratusan ikan gabus (Channa striata) berenang di dasar kolam dengan air berwarna gelap.

Di sekeliling rumah Nad, perkebunan kelapa sawit seakan tiada habis. Meski memiliki pohon sawit, Nad memilih memenuhi kebunnya dengan hamparan tanaman nanas. Sejak awal 2024, kesibukannya bertambah dengan memelihara ikan gabus sebanyak 2.500 ekor.

Rabu (18/9/2024) siang itu, Nad kedatangan pegawai PT Alam Siak Lestari bernama Legianto (33). Di PT Alam Siak Lestari, salah satu tugas Legianto adalah mendampingi pembudidaya ikan gabus. Kepada Legianto, Nad menceritakan, seekor ikan baru saja mati, padahal air di ketiga kolam belum lama diganti. Air kolam diambil dari sungai kecil yang mengalir di depan rumah.

Dengan sigap, Legianto membuka kotak berisi perlengkapan pengukur keasaman (pH) air. Salah satu kolam terindikasi lebih asam dibandingkan dua kolam lainnya. Legianto menduga hal itulah penyebab ikan mati. Legianto pun menyarankan agar Nad menaburkan kapur dolomit ke kolam yang terlalu asam.

Pegawai PT Alam Siak Lestari, Legianto, mengambil sampel air gambut dari kanal yang akan dibandingkan dengan air di karamba yang digunakan untuk budidaya ikan gabus di Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Rabu (18/9/2024).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Pegawai PT Alam Siak Lestari, Legianto, mengambil sampel air gambut dari kanal yang akan dibandingkan dengan air di karamba yang digunakan untuk budidaya ikan gabus di Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Rabu (18/9/2024).

Sekitar 1,5 jam perjalanan dari situ, di laboratorium PT Alam Siak Lestari (ASL) yang terletak di Kecamatan Siak, Rifa’i (30), seorang pegawai, tengah mengolah puluhan ikan gabus. Dengan cekatan, ikan gabus segar berbobot antara 500 gram dan 800 gram dipisahkan antara daging, isi perut, dan kulitnya.

Daging ikan gabus kemudian dipotong-potong dan dikukus selama tiga jam dengan alat khusus. Ketika daging ikan gabus dikukus, terdapat uap air yang kemudian didinginkan menjadi ekstrak atau sari albumin cair.

Belum selesai, daging ikan gabus yang telah dikukus itu kemudian dipisahkan dari tulangnya, lalu dikeringkan dengan alat khusus sampai kadar airnya tinggal 8 persen. Daging ikan yang sudah kering itu kemudian dihaluskan sampai berbentuk tepung.

Tepung ikan gabus yang dihasilkan tersebut memiliki kandungan albumin 17-20 persen. Kadar albumin yang dihasilkan itu lebih tinggi dari Standar Nasional Indonesia (SNI) sebesar 15 persen. Tepung berisi ekstrak atau sari albumin tersebut kemudian dimasukkan ke dalam kapsul dan dipasarkan dengan merek Albugo.

Pekerja PT Alam Siak Lestari memproses ikan gabus segar di kantor PT ASL di Kampung Rempak, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (18/9/2024).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Pekerja PT Alam Siak Lestari memproses ikan gabus segar di kantor PT ASL di Kampung Rempak, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (18/9/2024).

Aktivitas budidaya ikan gabus yang dilakukan Nad dengan pengolahan ikan gabus oleh PT Alam Siak Lestari terhubung oleh gambut. Ketika terjadi kebakaran lahan pada 2015 silam, Kabupaten Siak menjadi salah satu lokasi di Provinsi Riau yang lahan gambutnya terbakar hebat. Tidak berlebihan, sekitar 57 persen wilayah Kabupaten Siak merupakan tanah gambut.

Saat itu asap akibat kebakaran lahan memenuhi langit Siak selama berbulan-bulan, bahkan terbawa sampai Singapura dan Malaysia. Kualitas udara sangat buruk, tidak hanya bagi manusia, tetapi juga bagi hewan dan tumbuhan.

Peristiwa kebakaran tahun 2015 menjadi mimpi buruk warga Siak. Salah satunya adalah Musrahmad (40), warga lokal yang kini menjadi Direktur PT Alam Siak Lestari. Saat itu, Musrahmad atau yang biasa dipanggil Gun memiliki anak yang baru berusia tiga bulan. Pengalaman itu mendorongnya untuk aktif dalam upaya pelestarian gambut.

”Kami bersama NGO (organisasi non-pemerintah), komunitas lokal, pemerintah daerah, berpikir apa yang mau dilakukan. Nah, pada 2019, kita mulai riset. Intinya, tanah gambut harus selalu basah. Kalau gambutnya basah, tidak ada api. Biar tetap basah, harus terus ada air. Bagaimana biar terus ada air? Ya, pelihara ikan,” kata Gun.

Baca juga: Pernah Dihukum, Kebun PT WSSI Kembali Terbakar

Direktur PT Alam Siak Lestari Musrahmad atau Gun
KOMPAS/RIZA FATHONI

Direktur PT Alam Siak Lestari Musrahmad atau Gun

Lantas, kata Gun, ikan apa yang harus dipelihara? Dari sekian banyak jenis ikan, ikan gabus merupakan ikan endemik di rawa gambut yang tersebar di Siak. Dari 40 jenis ikan gabus, terdapat tiga jenis yang biasa dikonsumsi masyarakat lokal di Siak, yakni ikan gabus yang disebut gabus putih, lompong, dan serandang.

Namun, memelihara ikan gabus juga harus memberi nilai tambah bagi masyarakat. Alih-alih sekadar dijual segar, ikan gabus memiliki potensi ekonomi yang tinggi jika diolah. Sebab, berdasarkan kebiasaan Melayu, para ibu biasanya mengonsumsi ikan gabus yang diyakini mempercepat proses penyembuhan luka setelah melahirkan.

Kewirausahaan sosial

Dengan dasar itu, PT Alam Siak Lestari didirikan pada 2020. Bentuk perseroan terbatas (PT) dipilih karena perusahaan tersebut menjadi wadah kerja sama antara entitas swasta, organisasi non-pemerintah, dan badan usaha milik desa (BUMDes), termasuk Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LKTL). Usaha yang dimaksudkan untuk perubahan sistem ini dilakukan pula dengan dukungan dari Co-Impact dan Ashoka.

Baca juga: Jalan Panjang Ulama Perempuan Memperjuangkan Kesetaraan

Untuk mendukung tujuan itu, ketika perusahaan dibentuk, yang dibangun pertama kali adalah laboratorium untuk keperluan riset ikan gabus di sebuah bangunan berlantai dua. Di situ pula ekstrak albumin kemudian diproduksi.

Iklan
Karamba di depan rumah peternak yang memanfaatkan saluran kanal air gambut di Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Rabu (18/9/2024).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Karamba di depan rumah peternak yang memanfaatkan saluran kanal air gambut di Kampung Penyengat, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Rabu (18/9/2024).

Gun menuturkan, setelah diteliti, seluruh bagian dari ikan gabus dapat dimanfaatkan. Dagingnya mengandung, antara lain, omega 3, omega 9, dan albumin. Tulang ikan gabus mengandung kalsium yang baik bagi ibu hamil. Kulitnya yang tebal bisa dijadikan tepung untuk campuran pakan ikan. Sisik ikan gabus kaya dengan kolagen, nutrisi yang baik bagi kulit. Adapun isi perut dan kepala bisa dijadikan bahan pupuk cair organik dan pupuk padat atau bokhasi.

Dengan kandungan tersebut, Gun meyakini ikan gabus jauh lebih unggul jika dibandingkan dengan ikan salmon, jenis ikan yang disebut-sebut kaya dengan nutrisi. Dari beberapa kali penelitian, bobot ikan gabus yang memiliki kandungan albumin tertinggi adalah 500-800 gram.

Karena dimaksudkan untuk merestorasi gambut, maka ikan gabus yang digunakan sebagai bahan baku semaksimal mungkin berasal dari budidaya, bukan tangkapan alam. Tantangannya, masyarakat belum terbiasa membudidayakan ikan gabus. Selain itu, modal untuk budidaya ikan gabus juga terbatas. PT Alam Siak Lestari yang baru berdiri belum bisa menyediakannya.

Agar budidaya ikan gabus tetap bisa dilakukan masyarakat, ditempuh kerja sama dengan perusahaan yang beroperasi di wilayah Kabupaten Siak melalui dana tanggung jawab sosial perusahaan. Selain itu, rupanya beberapa desa bersedia mengalokasikan dana desa untuk modal awal. Sementara, PT Alam Siak Lestari berkomitmen mendampingi dalam proses budidaya dan menampung hasil budidaya peternak.

Peneliti laboratorium PT Alam Siak Lestari mengukur berat produk kapsul albumin dari ikan gabus sebagai tahap kontrol kualitas di kantor PT ASL Kabupaten Siak, Rabu (18/9/2024).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Peneliti laboratorium PT Alam Siak Lestari mengukur berat produk kapsul albumin dari ikan gabus sebagai tahap kontrol kualitas di kantor PT ASL Kabupaten Siak, Rabu (18/9/2024).

”Jadi, ikan gabus dari mereka, kemudian ketika perusahaan (PT Alam Siak Lestari) untung, dividen balik lagi ke mereka. Model bisnisnya dirancang seperti itu,” terang Gun.

Pada 2022, fasilitas produksi yang dimiliki PT Alam Siak Lestari mendapatkan sertifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Pada tahun yang sama, produk kapsul ekstrak ikan gabus bermerek Albugo mendapatkan izin edar dari BPOM.

Saat ini, Albugo dipasarkan melalui apotek yang berada di Provinsi Riau. Selain itu, Albugo dipasarkan melalui lokapasar sehingga dapat diakses dari seluruh Indonesia. Dalam perkembangannya, PT Alam Siak Lestari juga memproduksi biskuit dari ikan gabus dan kaldu ikan gabus sebagai makanan tambahan untuk mencegah stunting atau tengkes.

Menurut Gun, untuk memastikan kelestarian ikan gabus, proses produksi ikan gabus dilakukan berkala dan hanya selama tujuh bulan dalam setahun. Selama ini, ikan gabus dipasok dari delapan penyuplai. Mereka membeli ikan gabus dari nelayan yang menangkap di alam. Sekali produksi (batch), sekitar 250 kilogram ikan gabus akan diproses.

Pekerja PT Alam Siak Lestari memproses daging ikan gabus di ruang produksi PT ASL di Kampung Rempak, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (18/9/2024).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Pekerja PT Alam Siak Lestari memproses daging ikan gabus di ruang produksi PT ASL di Kampung Rempak, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (18/9/2024).

Untuk memastikan tidak terjadi eksploitasi secara berlebihan, setiap pemasok akan diasesmen, mulai dari lokasi penangkapan, cara penangkapan, hingga memastikan harga beli yang adil dari nelayan. Pola pasokan pun dilakukan bergiliran untuk memastikan terjadinya proses perkembangbiakan ikan gabus di alam. Sembari itu berjalan, budidaya ikan gabus di desa-desa yang tanahnya merupakan lahan gambut diharapkan mendorong masyarakat untuk turut menjaga lahan gambut agar tetap basah.

”Jadi, kami dengan desa itu bukan ikatan bisnis dan tidak ada sanksi. Ketika mereka kerja sama dengan kami, artinya ada jaminan ikan gabus yang dibudidaya itu akan kita ambil,” ujar Gun.

Kini, Gun tengah berupaya agar Albugo semakin dikenal masyarakat. Gun mengakui tidak mudah mengajak pihak lain bekerja sama. Sering kali, narasi pelestarian gambut di balik produk Albugo tidak digubris dan hanya berorientasi pada produksi dan keuntungan.

Nanas

Selain ikan gabus, upaya untuk menjaga kelestarian lahan gambut juga dilakukan dengan menanam nanas. Daun dari tanaman nanas yang rapat dapat mengurangi penguapan air dan mempertahankan kelembaban tanah. Hal yang pasti, pembeli pun datang mengantre.

Baca juga: Nanas Mahkota dari Siak Merambah Ibu Kota

Petani Abbas Kalit (58) memanen nanas di areal perkebunan di atas lahan gambut di Kampung Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (18/9/2024).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Petani Abbas Kalit (58) memanen nanas di areal perkebunan di atas lahan gambut di Kampung Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (18/9/2024).

Wajah Abas Kalit (58), salah satu petani nanas jenis Mahkota Siak dari Kampung Tanjung Kuras, Kecamatan Sungai Apit, seolah tak lepas dari senyum. Kakek dengan dua cucu itu menuturkan, permintaan nanas sangat tinggi. Bahkan, petani bisa menolak atau memilih pembeli yang menawar dengan harga tertinggi.

”Nanas tumbuh sampai panen butuh waktu sekitar setahun. Tapi, untuk dikirim ke Jakarta, buah nanas usia delapan bulan yang dipanen biar tidak busuk pas sampai di sana,” ujarnya.

Untuk nanas berkualitas A, harga nanas per buah di tingkat petani Rp 4.000-Rp 5.000 per butir. Dalam satu hektar, proporsi nanas berkualitas A sekitar 40 persen. Selain memenuhi pasar di Riau, nanas dari Siak juga dikirim ke Batam dan Jakarta.

Selain dimakan segar, nanas dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan. Salah satu produsen olahan nanas adalah Pinaloka, yakni entitas usaha yang dilakukan kelompok perempuan di Siak yang juga berawal dari ikhtiar untuk menjaga lahan gambut. Nanas diolah menjadi selai untuk isian roti, selain untuk dimakan, sirup, serta minuman kaleng.

Pekerja PT Pinaloka Lestari Food memproses sari nanas menjadi sirup di Kampung Rempak, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (18/9/2024).
KOMPAS/RIZA FATHONI

Pekerja PT Pinaloka Lestari Food memproses sari nanas menjadi sirup di Kampung Rempak, Kecamatan Siak, Kabupaten Siak, Riau, Rabu (18/9/2024).

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian, dan Pengembangan Daerah (Bappeda) Kabupaten Siak L Budhi Yuwono mengatakan, pemerintah daerah berkomitmen menjaga kelestarian gambut dengan terbitnya Peraturan Daerah ”Siak Hijau”. Pemerintah daerah (pemda) pun mendukung upaya masyarakat dan organisasi nonpemerintah yang memperjuangkan kelestarian lahan gambut dengan tetap memberikan manfaat ekonomi bagi warga, antara lain pengolahan ikan gabus dan nanas.

Salah satu bentuk dukungan pemda yang dilakukan secara langsung adalah mengonsumsi produk olahan nanas ataupun ekstrak ikan gabus di lingkungan Kabupaten Siak. ”Yang sekarang kita dorong adalah bagaimana ekonomi masyarakat yang ramah gambut bisa kita tingkatkan. Salah satunya dengan nanas dan ikan gabus,” ujar Budhi.

Di Siak, ikhtiar menjaga lahan gambut juga bisa mendatangkan cuan.

Editor:
ANTONIUS PONCO ANGGORO
Bagikan