logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊPayung Hukum Hulu Migas yang...
Iklan

Payung Hukum Hulu Migas yang Tak Lagi Relevan

Hulu migas berjalan dengan payung hukum yang compang-camping. Padahal, ada deretan tantangan di industri tersebut.

Oleh
ADITYA PUTRA PERDANA, ARIS PRASETYO
Β· 0 menit baca
Susana peninjauan proyek Banyu Urip Infill Clastic di lapangan Banyu Urip di Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (9/8/2024). Lapangan Banyu Urip, yang dioperasikan ExxonMobil Cepu Limited, menjadi salah satu tulang punggung produksi minyak nasional. Proyek <i>infill clastic </i>atau pengeboran di lapisan berbeda pada lapangan yang sama, sejak 4 bulan lalu, berproduksi sebesar 13.300 barel minyak per hari.
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA

Susana peninjauan proyek Banyu Urip Infill Clastic di lapangan Banyu Urip di Bojonegoro, Jawa Timur, Jumat (9/8/2024). Lapangan Banyu Urip, yang dioperasikan ExxonMobil Cepu Limited, menjadi salah satu tulang punggung produksi minyak nasional. Proyek infill clastic atau pengeboran di lapisan berbeda pada lapangan yang sama, sejak 4 bulan lalu, berproduksi sebesar 13.300 barel minyak per hari.

Revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tak terdengar lagi kabarnya. Dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, yang akan berakhir dalam waktu kurang dari dua bulan, kemungkinan tak akan melahirkan perbaikan regulasi itu. Padahal, ada sederet tantangan pada indutri hulu migas yang memerlukan kepastian hukum guna meningkatkan daya tarik investasi.

Dalam beberapa tahun terakhir, Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas) masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas), tetapi bukan prioritas. Badan Legislasi dan Komisi VII DPR telah menyepakati RUU itu menjadi usul inisiatif DPR RI. Namun, rencana pembahasan hingga pengesahannya masih belum jelas hingga menjelang pergantian periode Presiden Joko Widodo dan DPR RI periode 2019-2024.

Editor:
FX LAKSANA AGUNG SAPUTRA
Bagikan