Nelayan ”Banting Jaring” Jadi Tenaga Pemasangan PLTS
Tren transisi dari energi ekstraktif menuju energi bersih berpengaruh signifikan terhadap sektor ketenagakerjaan.
Pernah mendengar nelayan beralih profesi menjadi pekerja pemasangan panel surya atau solar photovoltaic? Rasanya, alih profesi tak lazim itu baru terjadi di Waduk Cirata, Jawa Barat. Adanya proyek pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Terapung Cirata membuat mereka banting jaring. Permintaan pekerjaan pemasangan panel surya dari luar daerah berdatangan seiring dengan kian banyaknya pemanfaatan energi surya untuk kelistrikan.
Bentang solar panel PLTS Terapung Cirata nyatanya tidak hanya membuka jalan untuk penerapan energi hijau demi masa depan bumi. Kehidupan warga di sekitar lokasi PLTS terangkat melalui pengetahuan tentang instalasi infrastruktur energi terbarukan itu.
Senyum Odang (35) merekah saat menceritakan pengalamannya saat mengikuti pelatihan pemasangan panel surya yang oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energy. Beberapa bulan sebelum pembangunan PLTS dimulai pada Mei 2023, Odang belajar tentang teknologi yang baru pertama kali dia sentuh itu.
”Ini pertama kali saya belajar tentang pemasangan panel surya. Dulu tidak kepikiran karena saya hanya lulusan sekolah dasar,” ujarnya, saat ditemui di sela-sela pekerjaannya di Waduk Cirata, Purwakarta, Jawa Barat, Senin (15/7/2024). Odang menjadi satu dari sekitar 1.200 pekerja pemasangan panel surya yang mengapung di Waduk Cirata dalam kurun Mei-September 2023.
Baca juga: Janji Surga Rp 353 Triliun Pendanaan Transisi Energi
Hal itu tak pernah terbayang sebelumnya oleh warga Kecamatan Maniis, Kabupaten Purwakarta, ini. Sebelumnya, sehari-hari ia bekerja serabutan sebagai nelayan tangkap di Waduk Cirata. Kadang-kadang juga bekerja merangkap sebagai buruh bangunan atau konstruksi.
Pengalaman dan kemampuan baru itu membuat Odang mampu menata kehidupannya menjadi lebih baik. Apalagi, kini dia menjadi salah satu petugas yang mengawasi solar panel di PLTS Terapung Cirata. Pekerjaan itu membuat hidupnya menjadi lebih sejahtera.
Dengan kemampuan yang telah tersertifikasi, Odang mendapat upah Rp 200.000 per hari saat memasang papan-papan panel surya tersebut. Penghasilan sebesar ini nyaris mustahil didapatnya sebelum memiliki keahlian itu.
”Dulu, saat masih jadi nelayan, untuk dapat penghasilan Rp 150.000 per hari saja sulit sekali. Bahkan, jumlah itu didapatkan dalam dua hari. Sekarang, bisa sampai Rp 200.000 per hari. Kebutuhan sehari-hari menjadi lebih terpenuhi,” tutur Odang.
Baca juga: Presiden Jokowi Resmikan PLTS Terapung Terbesar di Asia Tenggara
Adanya penghasilan tetap itu membuatnya lebih percaya diri. Bahkan, dirinya beberapa kali dipanggil oleh sejumlah perusahaan untuk memasang panel surya. Manfaat pelatihan itu terasa di tengah potensi tingginya permintaan berbagai pihak untuk memasang pembangkit listrik ramah lingkungan tersebut.
”Kemarin sempat memasang di daerah Cikampek (Karawang, Jabar), juga datang tawaran dari Kalimantan dan Batam. Kami menjadi semakin dihargai,” ujarnya.
Saiful Hidayat (31), pekerja lain, merasakan hal yang sama. Sebelum mendapatkan keterampilan dalam memasang panel surya, ia bekerja di bidang jasa terkait kelistrikan dengan penghasilan pas-pasan.
”Sertifikat ini semakin menaikkan nilai kami. Padahal, kalau dilihat-lihat, banyak dari kami dengan (latar belakang) pendidikan rendah. Sebelum belajar instalasi panel surya, saya juga bekerja memasang listrik di rumah-rumah saja,” ucapnya.
Baca juga: Pengembangan Industri Manufaktur Energi Terbarukan Butuh Akselerasi
PLTS Terapung Cirata merupakan PLTS terapung terbesar di Asia Tenggara dengan kapasitas 192 megawatt-peak (MWp) atau 145 MWac. Panel solar yang mengapung ini menangkap energi matahari dan membentang seluas 250 hektar atau 4 persen dari total luas perairan Waduk Cirata. Adapun kedalaman waduk tersebut hingga 100 meter.
Pemasangan di perairan ini memiliki kesulitan tersendiri dan tidak semua orang mampu melakukannya. Karena itu, Odang amat bersyukur bisa mendapatkan pengalaman yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
”Beda dengan pemasangan PLTS di darat yang pijakannya pasti. Kalau di air, harus hati-hati karena pijakannya goyang-goyang. Itu badan jadinya ikut bergoyang terus walau sudah masuk ke dalam rumah,” kenangnya sambil tertawa.
Baca juga: Pengembangan Panas Bumi di Indonesia Perlu Terobosan
Pemberdayaan masyarakat
Presiden Direktur PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energy (PMSE) Dimas Kaharudin Indra Rupawan mengatakan, pihaknya memiliki program pemberdayaan untuk masyarakat sekitar PLTS Terapung Cirata. Odang dan Saiful pun menjadi bagian dari 60 nelayan tangkap yang ikut dalam program itu, hingga akhirnya mahir memasang panel surya.
Pembangunan konstruksi PLTS Terapung Cirata berlangsung sekitar dua tahun, dimulai 17 Mei 2021, hingga mulai beroperasi pada Oktober 2023. Proyek itu menyerap 1.400 tenaga kerja, baik pada masa konstruksi maupun operasi. Sebagian besar pekerja berasal dari daerah sekitar.
Saat pembangunan itulah, perusahaan mengajak nelayan tangkap di sekitar Waduk Cirata mengikuti pelatihan pemasangan panel surya. Setelah ikut pelatihan dan ujian, mereka pun mendapat sertifikasi.
Tak hanya ikut bekerja membangun PLTS, warga sekitar juga diberdayakan menjadi karyawan di sana. Mereka, antara lain, bekerja di bagian administrasi kantor ataupun pemeliharaan lapangan PLTS terapung ini.
Baca juga: Transisi Energi dan Peningkatan Kapasitas Energi Terbarukan
Dalam policy brief yang disusun Greenpeace Indonesia bersama Center of Economic and Law Studies (Celios), bertema ”Dampak Transisi Ekonomi Hijau terhadap Perekonomian, Pemerataan, dan Kesejahteraan Indonesia”, dilaporkan bahwa tren transisi dari energi ekstraktif tinggi karbon menuju energi bersih rendah karbon berpengaruh signifikan terhadap sektor ketenagakerjaan (Kompas.id, 29/12/2023).
Berdasarkan kajian tersebut, adanya pembangunan ekonomi hijau dalam 10 tahun ke depan mampu meningkatkan penyerapan tenaga kerja hingga 19,4 juta orang. Penyerapan tenaga kerja berasal dari kegiatan langsung dari pembangunan ekonomi hijau dan sektor lain yang menunjang.
Berdasarkan penghitungan Celios dan Greenpeace Indonesia, transisi ke ekonomi hijau juga akan mendorong pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 902,2 triliun. Pendapatan tenaga kerja terdorong dari kegiatan langsung dari pembangunan ekonomi hijau, seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga energi terbarukan, hingga sektor tidak langsung lainnya.
Baca juga: Gimik dan Solusi Palsu Perdebatan Transisi Energi