logo Kompas.id
EkonomiDi Balik Peningkatan Uang...
Iklan

Di Balik Peningkatan Uang Beredar Menjelang Pemilu 2024

Total konsumsi dari belanja swasta dan pemerintah untuk Pemilu 2024 mencapai Rp 294,5 triliun.

Oleh
AGUSTINUS YOGA PRIMANTORO
· 6 menit baca
Antusiasme debat pamungkas calon presiden pada 4 Februari 2024 ada di angka 68,7 persen. Apa artinya?
KOMPAS

Antusiasme debat pamungkas calon presiden pada 4 Februari 2024 ada di angka 68,7 persen. Apa artinya?

Tinggal menghitung mundur, hari pencoblosan itu akan segera tiba, tepatnya pada Rabu, 14 Februari 2024. Kontestasi itu akan menentukan calon presiden (capres), calon wakil presiden (cawapres), serta para anggota lembaga legislatif, mulai dari tingkat daerah hingga pusat periode 2024-2029.

Selain terdapat tiga nama pasangan capres-cawapres, ribuan nama calon anggota legislatif turut menyemarakkan hajatan tersebut. Para calon yang diusung oleh 24 partai politik akan memperebutkan 20.462 kursi anggota Dewan, yang masing-masing terdiri dari 580 kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, 2.372 kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi, serta 17.510 kursi DPRD kabupaten/kota.

Baca juga: Dunia Usaha Harapkan Situasi Kondusif Terjaga

Penempatan kursi-kursi tersebut akan ditentukan oleh suara-suara masyarakat. Setidaknya, lebih dari 203 juta warga yang telah terdaftar dalam daftar pemilih tetap akan menentukan arah pemerintahan selama lima tahun ke depan.

Layaknya sebuah pesta, hajatan lima tahunan tersebut bukan berarti tanpa persiapan dan anggaran. Tentu saja, si penyelenggara pesta yang dalam hal ini adalah negara telah mempersiapkan hajatan tersebut dengan matang sejak jauh-jauh hari.

Petugas menarik troli berisi uang rupiah di Cash Pooling Bank Mandiri di Jakarta, Senin (11/12/2023).
KOMPAS/PRIYOMBODO

Petugas menarik troli berisi uang rupiah di Cash Pooling Bank Mandiri di Jakarta, Senin (11/12/2023).

Sebagai gambaran, pemerintah mulai menggelontorkan dana pemilu sekitar 20 bulan sebelum berlangsungnya pemilu atau pada 2022. Secara keseluruhan, anggaran untuk Pemilu 2024 dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022-2024 tercatat Rp 71,3 triliun.

Tidak hanya pemerintah selaku penyelenggara pesta, para peserta pesta juga ikut mengeluarkan dana. Berdasarkan perhitungan Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, tambahan konsumsi dari belanja yang dikeluarkan dari kegiatan politik selama 2024 lebih dari Rp 258triliun.

Kalau tidak ada pemilu, tidak akan ada tambahan (spending), tetapi karena ada puluhan ribu caleg, capres, dan APBN, mereka semua mengeluarkan spending.

Jumlah itu setara 4,7 persen dari total nilai konsumsi rumah tangga pada tahun 2022. Apabila ditambah dengan anggaran yang digelontorkan oleh pemerintah, total konsumsi dari belanja swasta dan pemerintah untuk Pemilu 2024 mencapai Rp 294,5 triliun dan diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi domestik pada 2024.

”Kalau tidak ada pemilu, tidak akan ada tambahan (spending), tetapi karena ada puluhan ribu caleg, capres, dan APBN, mereka semua mengeluarkan spending. Data Rp 295 triliun itu didapat dari survei yang kami hitung, termasuk dari sektor privat, APBN, yang itu semua akan digelontorkan selama pemilu, bukan diendapkan, tetapi semua itu dihabiskan,” ungkap ekonom senior sekaligus pendiri Core Hendri Saparini saat ditemui di Jakarta pada Desember 2023.

Baca juga: Peredaran Uang Triliunan Rupiah pada Masa Pemilu

Peningkatan uang beredar

Seiring mendekati hari pencoblosan, jumlah uang beredar turut meningkat. Kajian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) pada 2014 menemukan, dampak pemilu terhadap jumlah uang beredar (kuartal dan tahunan) terasa signifikan pada estimasi data kuartalan, terutama selama kuartal menjelang dan saat pemilu.

Dampak positif terhadap uang beredar tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya pengeluaran pada masa kampanye. Di sisi lain, kajian yang bertajuk Dampak Pemilihan Umum 2014 terhadap Indikator Makroekonomijuga menemukan, pemilu berdampak positif secara signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan investasi pada triwulan setelah berlangsungnya pemilu dan juga terhadap konsumsi masyarakat saat pemilu berlangsung.

Grafik menunjukkan pergerakan jumlah uang beredar dan rata-rata inflasi selama pemilu dari masa ke masa. Sumber: LPEM FEB UI
DATA LPEM FEB UI

Grafik menunjukkan pergerakan jumlah uang beredar dan rata-rata inflasi selama pemilu dari masa ke masa. Sumber: LPEM FEB UI

Pertumbuhan uang beredar dalam arti luas (M2) selama masa Pemilu 2014 dan 2019 terutama terjadi pada kuartal berlangsungnya pemilu. Pada 2014, pemilu berlangsung pada kuartal II, yang terdiri dari pileg pada 9 April 2014 dan pilpres pada 9 Juli 2014.

Sebagai informasi, M2 merupakan jumlah keseluruhan uang beredar dalam arti sempit (M1), uang kuasi, dan surat berharga yang diterbitkan oleh sistem moneter yang dimiliki sektor swasta domestik dengan sisa jangka waktu sampai dengan satu tahun. M1 terdiri dari uang kartal yang dipegang masyarakat dan uang giral (giro dalam bentuk rupiah), sedangkan uang kuasi meliputi tabungan, simpanan berjangka dalam rupiah dan valuta asing, serta giro dalam valuta asing.

Per akhir Juni 2014, M2 tumbuh sebesar 11,52 persen secara tahunan dan tumbuh sekitar 5,3 persen dibandingkan dengan posisi akhir Maret 2014. Selanjutnya, M2 per kuartal III-2014 turut bertumbuh sebesar 10,62 persen secara tahunan dan tumbuh sekitar 3,8 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya.

Iklan

Hal serupa terjadi dalam momentum Pemilu 2019 yang diadakan secara serentak pada 17 April 2019. Dalam kuartal berlangsung pemilu tersebut, posisi M2 pada akhir Juni 2014 tercatat tumbuh positif sebesar 6,34 persen secara tahunan dan tumbuh 2,7 persen dibandingkan posisi akhir Maret 2019.

Tabel menunjukkan berbagai dampak pemilu terhadap perekonomian, meliputi konsumsi masyarakat, investasi, uang beredar, dan pasar saham. Sumber: LPEM FEB UI
DATA LPEM FEB UI

Tabel menunjukkan berbagai dampak pemilu terhadap perekonomian, meliputi konsumsi masyarakat, investasi, uang beredar, dan pasar saham. Sumber: LPEM FEB UI

Sementara itu, Hasil Analisis Uang Beredar Bank Indonesia (BI) menunjukkan, posisi M2 pada Desember 2023 tercatat bertumbuh sebesar 3,5 persen secara tahunan menjadi Rp 8.824,7 triliun. Pertumbuhan tersebut tercatat sebesar 3,3 persen dibandingkan dengan periode November 2023 dan sebesar 4,3 persen dibandingkan posisi akhir September 2023.

Perkembangan M2 Desember 2023 tersebut terutama didorong oleh pertumbuhan uang beredar dalam arti sempit dan uang kuasi. Dengan pangsa 55,9 persen dari jumlah M2, M1 tumbuh 2,1 persen secara tahunan menjadi Rp 4.935 triliun ditopang oleh perkembangan tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu dan giro rupiah.

Baca juga: Pemilu, Konsumsi Meningkat tetapi Investasi Melambat

DPK melambat

Selain ditandai dengan peningkatan jumlah uang beredar, melambatnya dana pihak ketiga (DPK) perbankan turut menjadi tanda berlangsungnya pesta demokrasi lima tahunan tersebut. Hal ini tidak lepas dari penarikan uang-uang deposito dan simpanan pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas kampanye dalam rangka pemilu.

Ekonom senior dan associate faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia Ryan Kiryanto berpendapat, fenomena tersebut hampir selalu terjadi di setiap menjelang pemilu akan berlangsung. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya yang jatuh pada sekitar pertengahan tahun, pemilu kali ini berlangsung mendekati awal tahun sehingga fenomena perlambatan DPK semakin kentara.

”Di setiap pemilu, ada indikasi kuat simpanan masyarakat menyusut. Kebetulan, kejadian ini terjadi pada akhir Desember 2023 karena pemilunya lebih maju ketimbang pemilu sebelumnya sehingga mengundang kecurigaan. Analisis saya, sebagian besar orang yang terkait dengan aktivitas pemilu mencairkan simpanan dan depositonya untuk mendukung kegiatan politik, terutama caleg-caleg,” ujarnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (9/2/2024).

Warga berjalan di sekitar baliho-baliho peserta Pemilu 2024 di Jalan Abdul Muis, Jakarta, Selasa (5/12/2023).
KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Warga berjalan di sekitar baliho-baliho peserta Pemilu 2024 di Jalan Abdul Muis, Jakarta, Selasa (5/12/2023).

Kondisi serupa pernah terjadi pada 2018. Pertumbuhan DPK pada periode tersebut terjun bebas dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni dari 9,35 persen secara tahunan pada 2017 menjadi 6,45 persen pada 2018. Selain itu, pertumbuhan DPK pada 2018 juga lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran kredit yang secara tahunan tumbuh sebesar 11,75 persen.

Lebih lanjut, penarikan uang oleh para deposan untuk kegiatan pemilu juga tecermin dari data perkembangan tabungan rupiah yang dapat ditarik sewaktu-waktu dan giro rupiah. Dengan pangsa 45,8 persen terhadap M1, posisi tabungan rupiah tersebut tumbuh melambat dari 2,4 persen secara tahunan pada November 2023 menjadi 1,5 persen pada Desember 2023.

Baca juga: Bisnis Sektor Tertentu Berpeluang Melonjak karena Pemilu 2024

Bahkan, giro rupiah terkontraksi sebesar 0,7 persen secara tahunan pada Desember 2023 dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang juga terkontraksi sebesar 0,6 persen. Sebaliknya, posisi uang kartal yang beredar di masyarakat tumbuh positif sebesar 8,7 persen secara tahunan menjadi Rp 975,9 triliun.

”Peredaran uang yang meningkat di masyarakat, terutama pada uang tunai. Bisa dilihat di sepanjang jalan, perempatan, dan berbagai tempat, terpampang spanduk-spanduk partai dan para calonnya. Itulah salah satu bentuk DPK-DPK yang ditarik. Belum lagi kunjungan-kunjungan ke daerah dalam rangka kampanye, mereka pasti menyiapkan banyak uang tunai,” imbuh Ryan.

https://asset.kgnewsroom.com/photo/pre/2024/01/09/0a2178ce-70bb-4116-93c1-01a5e48d2b13_gif.gif

Menurut dia, perkembangan jumlah uang beredar di masyarakat itu juga berpotensi akan bertahan dalam jangka waktu lama atau setidaknya hingga Juni 2024 apabila pilpres berlangsung dua putaran. Hal itu akan mengakibatkan loan to deposit ratio (LDR) semakin tinggi atau dengan kata lain likuiditas perbankan kian mengetat.

Di sisi lain, pemilu turut menggerakkan konsumsi masyarakat, terutama komponen Lembaga Nonprofit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT). Menurut pengeluarannya, konsumsi LNPRT bertumbuh 9,83 persen secara triwulanan dan 18,11 secara tahunan didorong oleh kegiatan persiapan pemilu.

Kendati demikian, fenomena musiman tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap inflasi. Sebab, keputusan BI untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya sebesar 6 persen dan sinergi dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), baik pusat maupun daerah, akan mampu meredam gejolak harga yang dapat mengakibatkan inflasi.

Baca juga: Pemilu Berdampak Jangka Pendek pada Investor, Faktor The Fed Lebih Dominan

Potensi inflasi selama Pemilu 2024 berlangsung justru datang dari pecahnya konflik geopolitik yang dapat mengakibatkan melonjaknya harga minyak mentah global. Namun, apabila hal itu terjadi, pemerintah akan turun tangan dengan memberikan subsidi agar pemilu tetap berlangsung secara kondusif.

Pada akhirnya, meningkatnya uang yang beredar di masyarakat menjelang momentum pemilu hanya sesaat. Meski berdampak terhadap roda perekonomian, pemilu hanya menjadi pemantik kecil bagi pertumbuhan ekonomi. Lebih jauh lagi, arah kebijakan mereka yang akan duduk di kursi-kursi kepemimpinan itulah yang akan menentukan ke mana arah roda perekonomian bergerak di atas 6 persen menyongsong Indonesia Emas 2045.

https://cdn-assetd.kompas.id/382xmpJwEJbVG6NPhfrFAOGElVQ=/1024x728/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F02%2F05%2F0af332ee-230a-4fa8-9b5a-f91ec96a6319_png.png
Editor:
AUFRIDA WISMI WARASTRI
Bagikan