Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang Masih Seret
Belum semua pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja bisa menerima manfaat.
![Karyawan pabrik sepatu PT Dean Shoes Karawang, Jawa Barat, berpelukan setelah mendapat surat pemutusan hubungan kerja (PHK), Selasa (28/3/2023). PT Dean Shoes di Kabupaten Karawang dikabarkan menutup pabrik dan menghentikan operasinya pada 14 April. Sebanyak 3.329 pekerja mengalami PHK.](https://cdn-assetd.kompas.id/RHTiEfno3P1BEOcN3sM8sTXUL80=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F05%2F15%2F415d42a1-ea8f-4e5d-a8d6-3a3c68fab717_jpg.jpg)
Karyawan pabrik sepatu PT Dean Shoes Karawang, Jawa Barat, berpelukan setelah mendapat surat pemutusan hubungan kerja (PHK), Selasa (28/3/2023). PT Dean Shoes di Kabupaten Karawang dikabarkan menutup pabrik dan menghentikan operasinya pada 14 April. Sebanyak 3.329 pekerja mengalami PHK.
JAKARTA, KOMPAS  —  Sejak resmi berlaku 1 Februari 2022, pelaksanaan program jaminan kehilangan pekerjaan atau JKP masih seret. Belum semua pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK bisa menerima manfaat. Selain itu, juga masalah kendala persyaratan, administrasi pencairan, keterbatasan fasilitas pelatihan, pasar kerja, dan literasi pekerja masih mengemuka.
JKP merupakan amanat Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sekarang sudah diubah menjadi UU Nomor 6 Tahun 2023. Untuk mengatur pelaksanaan, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Program JKP.