logo Kompas.id
EkonomiIndonesia Lanjutkan...
Iklan

Indonesia Lanjutkan ”Dedolarisasi”

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS, Indonesia terus memperluas kerja sama penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi dengan mata uang lokal antarnegara.

Oleh
BENEDIKTUS KRISNA YOGATAMA, RAYNARD KRISTIAN BONANIO
· 1 menit baca
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua dari kiri) hendak memimpin konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia didampingi para deputi, Destry Damayanti, Juda Agung, Doni P Joewono, dan Aida S Budiman (dari kiri ke kanan), di Gedung BI, Jakarta, Selasa (18/4/2023). BI tetap mempertahankan suku bunga acuan pada 5,75 persen. Suku bunga acuan ini telah bertahan selama empat bulan sejak keputusan RDG BI menaikkannya 25 basis poin pada Januari 2023.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO (TOK)

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua dari kiri) hendak memimpin konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia didampingi para deputi, Destry Damayanti, Juda Agung, Doni P Joewono, dan Aida S Budiman (dari kiri ke kanan), di Gedung BI, Jakarta, Selasa (18/4/2023). BI tetap mempertahankan suku bunga acuan pada 5,75 persen. Suku bunga acuan ini telah bertahan selama empat bulan sejak keputusan RDG BI menaikkannya 25 basis poin pada Januari 2023.

JAKARTA, KOMPAS — Indonesia meneruskan upaya mengurangi ketergantungan terhadap mata uang dollar AS atau dedolarisasi. Hal ini tecermin dengan rencana Bank Indonesia menjalin kerja sama dengan Bank Sentral Korea Selatan untuk merealisasikan penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi menggunakan mata uang lokal masing-masing kedua negara pada Mei nanti.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, Indonesia sudah menggagas diversifikasi penggunaan mata uang selain dollar AS untuk penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi. Sejak 2017, Indonesia telah menjalin kerja sama untuk penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi (Local Currency Transaction/LCT) menggunakan mata uang lokal dengan Malaysia, Thailand, Jepang, dan China.

Editor:
NUR HIDAYATI
Bagikan