logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊMenanti Penerapan "Zero ODOL" ...
Iklan

Menanti Penerapan "Zero ODOL" 2023 yang Masih Menuai Pro dan Kontra

Penerapan kebijakan zero over dimension over loading atau ODOL pada 2023 masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Implementasi kebijakan ini dinilai tidak hanya bisa dirumuskan oleh satu pihak.

Oleh
Axel Joshua Halomoan Raja Harianja
Β· 1 menit baca
Petugas memasang striker dan melakukan penilangan terhadap truk yang memiliki over dimension dan over load (ODOL) saat razia di pintu Tol Tanjung Priok 1, Koja, Jakarta Utara, Senin (9/3/2020). Truk ODOL resmi tidak boleh melalui ruas Tol Tanjung Priok, Cawang, hingga Bandung, mulai 9 Maret. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO09/03/2020
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Petugas memasang striker dan melakukan penilangan terhadap truk yang memiliki over dimension dan over load (ODOL) saat razia di pintu Tol Tanjung Priok 1, Koja, Jakarta Utara, Senin (9/3/2020). Truk ODOL resmi tidak boleh melalui ruas Tol Tanjung Priok, Cawang, hingga Bandung, mulai 9 Maret. KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO09/03/2020

JAKARTA, KOMPAS - Penerapan Kebijakan bersih dari pelanggaran kelebihan dimensi dan muatan truk atau zero over dimension over loading (ODOL) pada 2023 masih menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Kebijakan tersebut dianggap tidak memperhatikan dampak ekonomi yang ditimbulkan. Di sisi lain, adanya aturan itu akan menekan laju kerusakan jalan, kebiasaan melanggar aturan terkait ODOL, serta angka kecelakaan lalu lintas.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno, mengatakan, angkutan barang yang melanggar ketentuan ODOL sudah membudaya di Indonesia. Jika ingin mengubah kebiasaan itu, harus melalui tahapan dengan program yang komprehensif serta diterapkan secara konsisten.

Editor:
ARIS PRASETYO
Bagikan