logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊNegosiasi di Masa Pandemi...
Iklan

Negosiasi di Masa Pandemi Kerap Tidak Libatkan Serikat Buruh

Hubungan industrial yang sehat membutuhkan dialog bipartit yang terbuka dan setara. Namun, selama pandemi ini, buruh di sektor tekstil garmen sepatu dan kulit (TGSL) tidak mendapat ruang perundingan kolektif yang setara.

Oleh
Agnes Theodora
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/gWz31q7UWszkuq0hsx1s2z9BqlQ=/1024x702/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2F20200416WEN9_1587011230.jpg
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Buruh pabrik yang masih terus bekerja selama wabah Covid-19 di Ungaran, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, Kamis (16/4/2020). Saat ini pemerintah mulai membagikan program Kartu Prakerja sebagai bentuk penanganan dampak krisis selama menghadapi wabah virus korona.

JAKARTA, KOMPAS β€” Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 104 Tahun 2021 tentang Pedoman Pelaksanaan Hubungan Kerja Selama Masa Pandemi Covid-19 dinilai mengingkari hak buruh untuk berunding secara kolektif. Negosiasi pengurangan upah, pemutusan kontrak, dan perubahan jam kerja kerap berlangsung sepihak atau tanpa melibatkan serikat pekerja.

Praktik ini setidaknya ditemukan di beberapa perusahaan sektor tekstil, garmen, sepatu dan kulit (TGSL). Ketua Umum Federasi Serikat Butuh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi, Kamis (7/10/2021), mengatakan, sejumlah pabrik sudah menerapkan praktik itu dengan memanggil buruh secara individual, meminta buruh menandatangani surat persetujuan penurunan upah atau penghapusan tunjangan, tanpa melibatkan serikat pekerja.

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan