Demi Menghindari Risiko Kerugian Besar
Baik peternak plasma maupun perusahaan peternakan besar yang menjadi mitra inti mengakui sulit meniadakan penggunaan antibiotik di peternakan ayam broiler. Alasannya, tak mau rugi besar jika banyak ayam yang mati.
DD dengan rinci menjelaskan perhitungan piutang plasma saat ditemui di kandang ayam broiler miliknya, di sebuah desa di bawah kaki Gunung Malabar, Bandung, akhir Mei lalu. Perhitungan itu berupa faktur pembelian antibiotik, vitamin, cairan disinfektan, pakan, hingga bibit anak ayam sebanyak 8.000 ekor. Jumlahnya sekitar Rp 250 juta.
DD adalah peternak ayam broiler yang bermitra dengan PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPI). Antibiotik, obat-obatan lain, vitamin hingga pakan, yang kerap disebut sarana produksi ternak (sapronak), sudah diterima DD sebelum bibit anak ayam (DOC) dikirim perusahaan inti ke kandangnya. Sebagai peternak plasma, DD harus menerima sapronak tersebut sebelum mulai membesarkan DOC hingga siap dipanen di usia 28 hari hingga 35 hari.