logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊTeh Dalam Negeri Mengais-ngais...
Iklan

Teh Dalam Negeri Mengais-ngais Narasi

Jika ditilik lebih jauh, kegagalan kita memanggungkan teh sebagai minuman kelas dunia berpangkal pada kemiskinan narasi. Padahal, Indonesia tak kekurangan narasi untuk memasarkan sekaligus mendongkrak haga teh.

Oleh
Mohammad Hilmi Faiq
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/pROeJA2N6vFtwD6swVuVIl9_of0=/1024x586/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F05%2Fa23174f3-683c-4bfb-91aa-87b28cbe04b8_jpg.jpg
Kompas/AGUS SUSANTO

Aktivitas pekerja di perkebunan teh Kabawetan di Kepahiang, Bengkulu, Rabu (24/7/2019). Kawasan perkebunan warisan kolonial Belanda ini sudah ditanami teh sejak tahun 1933. Daun teh yang telah dipetik kemudian diolah di pabrik teh Kabawetan milik PT Kabepe Cakra Bandung yang dikelola PT Sarana Mandiri Mukti di Kepahiang.

Di pagi yang cerah, saya menyesap hangat teh purple haze koleksi Teh Canning Tea, sembari memberi makan ikan koi di kolam, Jumat (21/5/2021). Sejenak menikmati gerakan lincah ikan-ikan berebut makan sambil membiarkan beragam sensasi aroma dan hangat teh memenuhi rongga perasa lalu turun ke dada. Sungguh pagi yang indah.

Purple haze memberi kesan segar karena ada sedikit rasa grassy, lalu hangat lantaran ada rasa kopi yang menyusup pelan-pelan di antara sensasi buah. Sesaat, sensasi teh dan warna ini mengingatkan saya pada Kasmaran, yang menyuguhkan teh aromatik bercampur aroma bebungaan nan lembut, produksi Sila Tea. Dua-duanya cocok memanjakan lidah di pagi hari.

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan