logo Kompas.id
EkonomiUtang BUMN
Iklan

Analisis ekonomi

Utang BUMN

Rasio utang terhadap ekuitas sejumlah BUMN mulai mengkhawatirkan. Jalan keluar hanya bisa ditempuh dengan menyelesaikan pokok persoalannya. Jika tidak beres akar masalahnya, BUMN akan lebih menjadi beban ketimbang aset.

Oleh
A Prasetyantoko
· 1 menit baca
https://assetd.kompas.id/yoALmtpta1vw4pHb_LHmtVYCLQw=/1024x1062/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F04%2F20210421-Ilustrasi-Ekonomi-10_web_1619013293.jpg

Dalam situasi buruk, BUMN berfungsi sebagai penyelamat; seperti pada krisis 1998, asetnya dijual (privatisasi) guna menutup utang pemerintah. Dalam situasi baik, BUMN menjadi bandul akselerasi; seperti dalam pembangunan infrastruktur belakangan ini. Pendek kata, BUMN berada di garda depan dalam siklus perekonomian; ketika situasi baik diuntungkan dan saat buruk terkorbankan. Selama ini, BUMN berada di pusaran kebijakan pro-siklus pemerintah sehingga diperlukan arah baru pengelolaan BUMN di masa depan.

Saat ini utang BUMN, khususnya yang bergerak di sektor konstruksi, menjadi sorotan. Kementerian Keuangan menunjukkan rasio utang terhadap ekuitas (debt-to-equity ratio/DER) mulai mengkhawatirkan. PT Adhi Karya (Persero) Tbk memiliki rasio utang terhadap modal sebesar 5,76 kali, PT Waskita Karya (Persero) Tbk 3,42 kali, PT PP Properti (Persero) Tbk 2,9 kali, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk 2,81 kali, dan PT Wijaya Karya (Persero) Tbk 2,7 kali. Perusahaan sehat penuh kehati-hatian memiliki utang tak lebih besar dari modalnya atau DER di bawah 1 kali.

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 1 dengan judul "Utang BUMN".

Baca Epaper Kompas
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Artikel Terkait
Belum ada artikel
Iklan
Terpopuler