logo Kompas.id
EkonomiDilema Produksi Batubara
Iklan

PERTAMBANGAN

Dilema Produksi Batubara

Pola pikir pengelolaan sumber daya tambang Indonesia harus diubah dari komoditas menjadi modal pembangunan ekonomi dalam negeri. Menjadikan sebagai komoditas tidak akan menciptakan keberlanjutan.

Oleh
ARIS PRASETYO
· 1 menit baca
https://assetd.kompas.id/OcDKU96rN0aNANYZ8EPK3tfdO5c=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F05%2F20150805APO2.jpg
Kompas/Aris Prasetyo

Kondisi pembangunan smelter bauksit milik PT Well Harvest Winning Alumina Refinery di Kecamatan Kendawangan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Timur, yang sudah mencapai 72 persen, Selasa (4/8/2015). Smelter ini dijadwalkan beroperasi pada Februari 2016 dengan kapasitas tahap pertama sebanyak 1 juta ton alumina. Pembangunan smelter bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bauksit di dalam negeri.

Gali dan jual. Begitulah sifat batubara sebagai komoditas tambang di Indonesia yang diperjualbelikan untuk meraup untung. Harga batubara yang tinggi kerap menjadi godaan bagi perusahaan untuk memacu produksi lebih tinggi.

Di masa lalu, harga batubara pernah menyentuh level 100-an dollar AS per ton. Juga pernah di angka 30-an dollar AS per ton. Sebagai sebuah komoditas, naik turun harga adalah hal wajar dan dipengaruhi oleh faktor fundamental, yaitu permintaan dan pasokan.

Editor:
Mukhamad Kurniawan
Bagikan
Terjadi galat saat memproses permintaan.
Artikel Terkait
Belum ada artikel
Iklan