logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊProyek Gasifikasi Berpotensi...
Iklan

Proyek Gasifikasi Berpotensi Membengkakkan Subsidi

Biaya gasifikasi batubara menjadi DME jauh lebih mahal ketimbang biaya impor elpiji. Kebijakan proyek gasifikasi batubara tersebut perlu dipertimbangkan lebih matang agar subsidi tak membengkak.

Oleh
ARIS PRASETYO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/iXAsrgVa0X8UfD7ckI3Lzxb0T4M=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F09%2F70666740_1537983355.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pemuatan batubara ke tongkang di Pelabuhan PT Tunas Inti Abadi di Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Rabu (26/9/2018). Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, batubara tersebut juga diekspor ke India, China, Thailand, Filipina, dan Vietnam.

JAKARTA, KOMPAS β€” Proyek gasifikasi batubara untuk menghasilkan dimetil eter atau DME berpotensi membengkakkan subsidi. DME direncanakan untuk menggantikan elpiji yang sekitar 70 persen dari total konsumsinya di Indonesia diperoleh dari impor. Berdasar kajian, biaya produksi DME dari gasifikasi batubara lebih mahal ketimbang harga elpiji.

Analis keuangan energi Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA) Ghee Peh mengatakan, butuh biaya besar untuk menghilangkan kadar air yang terdapat di dalam batubara berkalori rendah. Batubara kalori rendah adalah bahan baku utama dalam proyek gasifikasi batubara di Indonesia.

Editor:
Hendriyo Widi
Bagikan