logo Kompas.id
β€Ί
Ekonomiβ€ΊTarget Kopong Swasembada...
Iklan

Target Kopong Swasembada Kedelai

Kesejahteraan petani mesti jadi roh kebijakan dan tujuan pembangunan sektor pertanian, bukan semata mengejar angka produksi. Dengan demikian, produksi berkelanjutan dan target swasembada tidak kopong lagi.

Oleh
Mukhamad Kurniawan
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Fs_hjz6Qq2ygIhiJtZOY5G5dT1I=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F01%2F800c257a-39b7-4629-8c45-55da94c44155_jpg.jpg
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Buruh angkut mengecek kondisi kedelai impor di tempat penjualan di kawasan Pancoran, Jakarta, Senin (4/1/2021). Dalam sebulan terakhir, bahan baku utama pembuatan tahu dan tempe tersebut naik dari Rp 7.200 per kilogram menjadi Rp 9.500 per kilogram.

Dengan tingkat ketergantungan impor yang ditaksir mencapai 90 persen, apa yang bisa dilakukan konsumen Indonesia ketika harga kedelai dunia melonjak tinggi? Jika Anda penikmat tahu atau tempe, barangkali hanya satu respons yang paling memungkinkan atas situasi itu, yakni legawa jika harga tempe/tahu harus naik atau ukurannya bertambah kecil.

Mogok produksi tahu dan tempe nasional sepertinya tidak akan membuat harga kedelai dunia turun. Sebagai pengimpor murni dengan porsi yang tidak seberapa, yakni 1,6 persen dari total importasi global yang mencapai 153,31 juta ton pada periode 2019/2020, tak banyak yang bisa dilakukan Indonesia untuk memengaruhi situasi perdagangan global.

Editor:
Hendriyo Widi
Bagikan