kelautan dan perikanan
Pemerintah Tidak Konsisten soal Cantrang
Dengan melegalkan lagi penggunaan cantrang, pemerintah dinilai tak konsisten. Kebijakan itu berpotensi memicu konflik sosial dan mengancam keberlanjutan sumber daya laut.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F05%2F20171012_114319.jpg)
Tumpukan alat tangkap nelayan cantrang, arad, dogol, dan sejenisnya yang diserahkan nelayan kepada pemerintah sebagai salah satu syarat mendapatkan bantuan alat tangkap pengganti yang ramah lingkungan di Cirebon, Jawa Barat, Kamis (12/10/2017).
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah melegalisasi kembali penggunaan alat tangkap cantrang dan sejenisnya di wilayah pengelolaan perikanan RI. Kebijakan itu dinilai berpotensi menyebabkan konflik sosial antarnelayan dan mengancam keberlanjutan sumber daya laut.
Legalisasi penggunaan cantrang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 59 Tahun 2020 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) RI dan Laut Lepas yang terbit 18 November 2020. Berdasarkan regulasi itu, alat-alat penangkapan ikan yang kembali dilegalkan antara lain pukat hela dasar (trawls) udang, payang, serta cantrang dan sejenisnya yang tergolong pukat tarik (seine nets).