Bahasa
”Masih” dan ”Baru”
Rasa bahasa cenderung terabaikan seiring bergesernya konsep berita menjadi konten pada media digital tertentu. Demi umpan klik, kaidah tidak dihiraukan.
/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2022%2F01%2F10%2F3bebf8ea-8b1b-4002-b611-9c334489783b_jpg.jpg)
Warga melintas di depan mural berisi seruan untuk mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang dibuat di tembok Stadion Kridosono, Yogyakarta, Senin (10/1/2021). Berbagai elemen masyarakat terus menyuarakan urgensi pengesahan RUU TPKS melalui bermacam media seiring terus berulangnya kemunculan kasus kekerasan seksual, terutama terhadap perempuan dan anak-anak.
Seiring terkuaknya kasus-kasus kekerasan seksual belakangan ini, portal berita pun kian gencar menyajikan berita dengan judul bombastis dan sensasional.
Coba perhatikan tiga judul berita dari media daring yang berbeda terkait fenomena itu: 1. Pria Berusia 60 Tahun di Jakarta Tega Cabuli Ponakannya Sendiri yang Masih di Bawah-Umur; 2. Miris! Pelaku Pencabulan Anak di Bawah Umur Ternyata Masih Pelajar; 3. Astaga! Pelaku dan Korban Pencabulan Sama-sama Masih di Bawah Umur.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 0 dengan judul "”Masih” dan ”Baru”".
Baca Epaper Kompas