logo Kompas.id
β€Ί
Pendidikan & Kebudayaanβ€ΊPidana Mati, Puncak Kekerasan ...
Iklan

Pidana Mati, Puncak Kekerasan Berbasis Jender

Hukuman mati terhadap perempuan seringkali tidak dilihat dan diperhitungkan. Padahal, sejumlah perempuan menjadi korban, bahkan berada dalam ketidakpastian menanti pengampunan dan waktu eksekusi.

Oleh
Sonya Hellen Sinombor
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/PkhXGuJQv8uEl7zpmcNyD9D2JrU=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F05%2Fc1a4bbd0-6eea-4e86-a117-a14690cd9f68_JPG.jpg
KOMPAS/ABDULLAH FIKRI ASHRI

Keluarga menunjukkan foto Nenah, pekerja migran Indonesia asal Majalengka, di rumahnya di Desa Ranji Wetan, Majalengka, Senin (24/5/2021). Nenah terancam hukuman mati di Arab karena dituduh membunuh sopir majikannya.

JAKARTA, KOMPAS – Praktik pidana mati yang menyasar sejumlah perempuan merupakan puncak dari kekerasan berbasis jender. Karena itu, Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat perlu melakukan reformasi kebijakan anti hukuman mati sebagai bentuk komitmen negara dalam melaksanakan ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan.

Komitmen tersebut termasuk upaya komutasi bagi terpidana mati yang sudah lama duduk dalam deret tunggu eksekusi dan revisi Undang-Undang Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menghapuskan hukuman mati.

Editor:
Bagikan