Pertahankan Seni Jalanan di Ruang Publik
Seni jalanan sebagai media penyampai aspirasi sudah ada di sejarah seni modern Indonesia. Tindakan aparat yang reaktif terhadap seni jalanan masa kini dinilai karena kurangnya pemahaman soal seni.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F09%2F31e3c17e-5a29-4ab5-8ea6-e28145d43d83_jpg.jpg)
Mural dan grafiti yang merespons penghapusan mural-mural yang dianggap mengkritik pemerintah menghiasi tembok di Kota Tangerang, Banten, Kamis (9/9/2021). Sejumlah pihak menilai, penghapusan mural-mural tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik. Adapun pihak yang menghapus antara lain mengaku bahwa mural yang dihapus karena dianggap tidak pantas untuk dilihat masyarakat umum.
JAKARTA, KOMPAS — Keberadaan seni jalanan, seperti mural dan grafiti, dinilai perlu dipertahankan untuk mendukung demokrasi. Seni jalanan ini kerap dijadikan saluran ekspresi bagi masyarakat yang tidak memiliki akses menyampaikan aspirasi.
Belum lama ini, di beberapa daerah di Indonesia sejumlah mural dan grafiti di dihapus. Seni jalanan yang dihapus itu mengandung narasi kritis, seperti tulisan ”Tuhan Aku Lapar” dan ”Dipaksa Sehat di Negeri yang Sakit”. Mural dan grafiti kemudian ditutup dengan ditimpa cat karena dinilai provokatif.