logo Kompas.id
β€Ί
Pendidikan & Kebudayaanβ€ΊMenolak Kriminalisasi Korban...
Iklan

Menolak Kriminalisasi Korban Perdagangan Orang

Perdagangan orang terus terjadi pada masa pandemi Covid-19. Namun, perlindungan bagi korban hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah. Bukannya dilindungi, korban malah sering dikriminalisasi.

Oleh
Sonya Hellen Sinombor
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/nfkY7kZjfZGzcO0G4tcE0Yffx70=/1024x636/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2F3c347750-7728-49f5-8a0c-f765f265e309_jpg.jpg
KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Polisi menghadirkan dua tersangka saat pengungkapan kasus kejahatan perdagangan orang dan perlindungan anak dengan korban tiga anak di bawah umur di Markas Polres Metro Jakarta Selatan, Rabu (29/1/2020). Kejahatan kekerasan dan perdagangan anak tersebut dilakukan di Apartemen Kalibata City, Jakarta Selatan. Para korban ditawarkan untuk melayani transaksi seksual melalui aplikasi Michat. Polisi menahan enam tersangka dalam kasus tersebut.

Perlindungan terhadap korban tindak pidana perdagangan orang masih lemah. Bahkan, mereka justru mengalami kriminalisasi dengan berbagai alasan, mulai dari melakukan pekerjaan ilegal hingga pemalsuan dokumen. Hal itu disebabkan ketidakpahaman sejumlah pihak, termasuk aparat penegak hukum.

Padahal, prinsip bahwa korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) tidak dapat dihukum, diatur dalam Pasal 14 Ayat (7) Konvensi ASEAN Menentang Perdagangan Orang, terutama Perempuan dan Anak atau ASEAN Convention Against Trafficking In Persons, Especially Women And Children, 2015.

Editor:
evyrachmawati
Bagikan