logo Kompas.id
Pendidikan & KebudayaanKemajuan dan “Kemajon”
Iklan

Kemajuan dan “Kemajon”

Segala sesuatu yang berlebihan bisa berdampak buruk. Namun, rasanya arif juga bila tak usah “berpraduga berlebihan” terhadapnya tanpa menimbang cermat sisi nilai lebihnya yang mungkin tersembunyi.

Oleh
KASIJANTO SASTRODINOMO
· 1 menit baca

Topik kolom ini diangkat dari kontroversi ucapan seorang petinggi partai politik mengenai seorang kader separtainya yang dinilai telah bertindak kemajon karena terlalu berambisi ingin menjadi presiden (Kompas.com, 23/5/2021). Buru-buru ditambahkan bahwa tulisan ini tidak bermaksud melibatkan diri dalam kontroversi, melainkan sekadar memanfaatkan kata Jawa turunan kemajon tersebut bersandingan dengan kata lain, kemajuan, sebagai telaah kebahasaan semata.

Morfologi kemajuan dan kemajon sama-sama diturunkan dari verba maju—sekalian menegaskan bahwa kata ini dikenal baik dalam bahasa Indonesia maupun Jawa. Namun, setelah masing-masing mendapat awalan ke- dan akhiran -an, kedua kata turunan itu berpisah ruang: kemajuan masuk kelas nomina, sedangkan kemajon (berubah bunyi) tercatat sebagai adjektiva. Pengertian kedua kata itu pun berbeda jauh; bahkan dicirikan berlawanan: kemajuan bersifat positif dan umumnya didambakan, sedangkan kemajon condong dipandang negatif dan tercela.

Seturut kamus-kamus umum bahasa Indonesia, kemajuan berarti “hal atau keadaan maju (dalam kepandaian, pengetahuan, dan sebagainya)”. Definisi ini tidak eksplisit menyatakan unsur dinamis dan arah kemajuan itu sendiri. Bandingkan dengan takrif progress dalam bahasa Inggris (sebagai padanan kemajuan), “movement to an improved or more developed state, or to a forward position” (Cambridge Advanced Learner’s Dictionary, 2013). Jadi, intinya, kemajuan itu suatu gerak atau dorongan ke arah keadaan lebih berkembang, atau menuju ke depan.

Editor:
Aloysius Budi Kurniawan
Bagikan