Mari Bermedia Sosial dengan Hati-hati
Mari Bermedia Sosial dengan Hati-hati
Kekerasan berbasis jender daring yang mengintai perempuan dan anak-anak tidak bisa dibiarkan. Karena itu, sikap berhati-hati dan waspada perlu terus disampaikan kepada masyarakat agar tidak terjerat menjadi korban.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F11%2F7d26cc85-bb7d-442d-a622-327058f7a185_jpg.jpg)
Para pegiat hak-hak perempuan mengikuti aksi 500 Langkah Awal Sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) di depan Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/11/2020). Aksi tersebut merupakan bagian dari Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan untuk mendorong upaya penghapusan kekerasan terhadap perempuan di seluruh dunia.
Media sosial memberikan kemudahan bagi siapa pun untuk berkomunikasi dengan siapa pun. Tanpa batas. Tidak kenal jarak, waktu, dan tempat. Namun, jika tidak berhati-hati dan waspada, kemudahan berkomunikasi tersebut bisa menjadi jerat dan jebakan, bahkan berujung menjadi ”teror” baru, terutama bagi perempuan, anak perempuan dan laki-laki.
Sebagian besar korban, bahkan, tidak menyadari jika dia menjadi korban kekerasan berbasis jender daring, yang di kalangan organisasi masyarakat sipil dikenal dengan sebutan kekerasan berbasis gender online (KBGO). Padahal, tindak kekerasan yang menggunakan teknologi digital di dunia maya yang berhubungan dengan ketubuhan perempuan—yang dianggap sebagai obyek seksual—bisa berdampak panjang dalam kehidupan pribadi korban.
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 0 dengan judul "Mari Bermedia Sosial dengan Hati-hati".
Baca Epaper Kompas