logo Kompas.id
β€Ί
Di Balik Beritaβ€ΊGurih yang Berakhir Perih Saat...
Iklan

Gurih yang Berakhir Perih Saat Melahap Ulat Sagu

Sambil meliput Hutan Sagu Manawari di Kampung Sima, Kabupaten Nabire, Papua, kami penasaran untuk mencoba ulat sagu yang biasa dikonsumsi masyarakat adat. Ulat itu terasa gurih, tetapi menyimpan kisah pedih di baliknya.

Oleh
KELVIN HIANUSA
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/LyIQybouDa8Zg_2stO3ijzie6TQ=/1024x693/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2022%2F01%2FIMG_20210426_150644_1641472950-e1641529202380.jpg
KOMPAS/HARRY SUSILO

Warga sedang menokok sagu di Hutan Sagu Manawari, Kampung Sima, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua, Senin (26/4/2021). Hutan Sagu Manawari adalah hutan yang tersisa di Kampung Sima karena hutan lain sudah beralih menjadi perkebunan kelapa sawit.

Kata novelis ternama asal Amerika Serikat, Jonathan Safran Noer, makanan bukanlah sesuatu yang rasional, melainkan sebuah kultur dan kebiasaan yang membentuk identitas.

Ungkapan ini agaknya tepat untuk menggambarkan masyarakat Papua. Mereka mengonsumsi sagu sebagai makanan utama saat mayoritas masyarakat Indonesia tak bisa lepas dari nasi.

Editor:
Harry Susilo, Sri Rejeki
Bagikan