logo Kompas.id
Bebas AksesSegera Realisasikan Manfaat...
Iklan

Segera Realisasikan Manfaat Hilirisasi Nikel

Indonesia berkejaran dengan waktu di tengah cadangan nikel yang kian menipis. Pengembangan sumber daya manusia menjadi tantangan terbesar untuk mewujudkan hilirisasi yang berkelanjutan dan berdampak pada kesejahteraan.

Oleh
AGNES THEODORA, ADITYA PUTRA PERDANA
· 4 menit baca
Pekerja menyiapkan panggung untuk tempat acara Indonesia Mining Summit di The Mulia Resort, Nusa Dua, Bali, Senin (9/10/2023). Pertemuan akan digelar Selasa (10/10/2023)  sebagai ruang diskusi untuk menghasilkan solusi dalam upaya pengembangan hilirisasi industri tambang di Indonesia.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Pekerja menyiapkan panggung untuk tempat acara Indonesia Mining Summit di The Mulia Resort, Nusa Dua, Bali, Senin (9/10/2023). Pertemuan akan digelar Selasa (10/10/2023) sebagai ruang diskusi untuk menghasilkan solusi dalam upaya pengembangan hilirisasi industri tambang di Indonesia.

JAKARTA, KOMPAS — Cadangan logam nikel dalam negeri semakin menipis di tengah pengembangan hilirisasi tambang yang masif. Indonesia berkejaran dengan waktu untuk mencapai manfaat hilirisasi sebesar-besarnya yang saat ini belum ”menetes” hingga lapis masyarakat terbawah. Pengembangan kapasitas sumber daya manusia masih menjadi tantangan terbesar untuk mewujudkan hilirisasi yang berkelanjutan.

Manfaat hilirisasi pertambangan terhadap peningkatan nilai tambah dan pertumbuhan ekonomi tidak diragukan. Namun, masih ada ketidakseimbangan antara pembangunan dan eksplorasi hilirisasi tambang dengan kesejahteraan masyarakat di daerah lokasi pertambangan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, persentase penduduk miskin di daerah-daerah pertambangan masih terbilang tinggi di atas persentase penduduk miskin nasional yang pada tahun 2022 mencapai 9,57 persen dari total populasi.

Baca juga: Ekosistem Industri Perlu Dukung Hilirisasi

Sebagai contoh, produk domestik regional bruto per kapita di Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, selaku sentra nikel nasional adalah Rp 831,8 juta, atau tertinggi di antara 13 kabupaten/kota penghasil tambang lainnya. Namun, tingkat kemiskinan di Morowali masih terhitung tinggi, yakni 12,58 persen dari total populasi, di atas rata-rata nasional.

Menurut Kepala Center of Trade Industry and Investment di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho, salah satu faktor yang memunculkan ketimpangan itu adalah minimnya suplai tenaga kerja lokal untuk memenuhi kebutuhan industri.

https://cdn-assetd.kompas.id/xqyf5A-dHcC9j5O861GauIm7HG0=/1024x690/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F02%2F23%2Fd3d8e4a4-a0f9-4fd1-8dbd-ac53b123ed60_png.png

Hilirisasi di sektor pertambangan umumnya bersifat padat teknologi sehingga membutuhkan suplai tenaga kerja dengan keterampilan yang tinggi pula. ”Kuncinya kembali lagi bagaimana kita bisa menghadirkan suplai tenaga kerja lokal dengan skill yang bisa match dengan permintaan dari investasi yang masuk,” kata Andry, Senin (9/10/2023).

Menurut dia, Indonesia berkejaran dengan waktu. Sebab, cadangan nikel di dalam negeri semakin menipis seiring dengan masifnya eksplorasi tambang dan hilirisasi. Berdasarkan data Indonesian Mining Association (IMA), umur cadangan nikel berdasarkan bijih produksi per tahun hanya tersisa 20 tahun.

Pengembangan sumber daya manusia ini tidak hanya menjadi pekerjaan rumah pemerintah, tetapi juga industri dalam bentuk pelatihan dan transfer pengetahuan (transfer of knowledge) antara tenaga kerja asing (TKA) dan tenaga kerja lokal.

”Cadangan nikel kita sebentar lagi habis, apalagi dengan masifnya eksplorasi yang sekarang dilakukan. Jangan sampai ketika cadangan itu habis, kita tidak mendapatkan manfaat apa-apa, seperti tidak adanya transfer of knowledge yang seharusnya kita dapat agar bisa mengolah secara mandiri,” katanya.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif juga menuturkan pentingnya neraca antara bijih nikel dan produk setengah jadi seperti feronikel dan NPI. Diperlukan perhitungan matang untuk memutuskan investasi pada kedua produk itu, misalnya diperlambat, untuk kemudian diarahkan ke jalur lain selain stainless steel.

PT Freeport Indonesia membangun smelter baru tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus Industri Java Integrated dan Industrial Port Estate di Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023). Smelter tembaga <i>design single line</i> terbesar di dunia yang padat karya ini ditargetkan bisa beroperasi pada Mei 2024.
KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN

PT Freeport Indonesia membangun smelter baru tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus Industri Java Integrated dan Industrial Port Estate di Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur, Selasa (7/2/2023). Smelter tembaga design single line terbesar di dunia yang padat karya ini ditargetkan bisa beroperasi pada Mei 2024.

”Pemerintah membuka seluas-luasnya bagi yang mau mengembangkan semua komoditas minerba di Indonesia, baik melalui lapangan yang sudah ada maupun yang masih greenfield. Daerah yang belum dieksplorasi sangat kami harapkan ada perusahaan yang masuk untuk menambah cadangan kita,” ujar Irwandy.

Tantangan terbesar

Iklan

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Septian Hario Seto, di Jakarta, Jumat (15/9/2023), mengatakan, SDM menjadi tantangan terbesar dalam hilirisasi mineral. Ia mencontohkan, lulusan teknik metalurgi di Indonesia saat ini hanya 300-350 orang per tahun.

Baca juga: Deindustrialisasi Dini Tak Cukup Diatasi dengan Hilirisasi

Padahal, untuk mendorong hilirisasi, seperti di sektor nikel, dibutuhkan sekitar 1.000 orang per tahun. ”Kami sedang bekerja sama dengan beberapa perguruan tinggi untuk menaikkan kapasitas output dari jurusan metalurgi dan materials science. Sebab, untuk mengubah mineral menjadi sesuatu yang berharga, butuh kedua ilmu itu. Kita harus menyiapkan strategi menghadapi tantangan ini,” katanya.

Pemerintah, kata Seto, bekerja sama dengan perguruan tinggi di China untuk jurusan metalurgi dan materials science. Ada pula perusahaan nikel bahan baku baterai (HPAL) yang sejak tahap konstruksi di Indonesia telah merekrut 35 orang Indonesia untuk disekolahkan S-2 di China. Mereka akan kembali untuk mengoperasikan pabrik setelah pembangunan selesai.

https://cdn-assetd.kompas.id/4iO4Ana92McpOeGz8prDR80mpyc=/1024x764/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F08%2F28%2F3f43d4d9-b577-4739-b219-6113feadbeec_png.png

Ekonom Indef, M Rizal Taufikurahman, mengatakan, perlu strategi besar yang menyinkronkan kesiapan SDM yang ada di lokasi tambang atau smelter dengan investasi yang masuk. Semua pemangku kepentingan perlu bahu membahu menyiapkan SDM lokal agar kompetitif. Penyiapan sarana pendidikan seperti politeknik dalam bidang terkait perlu diperbanyak.

”Itu agar ruang untuk penerimaan tenaga kerja lokal lebih besar. Untuk nikel, persoalannya, investor hampir semua dari China. Sementara di China, tingkat pengangguran juga tinggi. Saat kompetensi warga lokal dengan yang dibutuhkan tidak cocok, tak heran investor membawa tenaga kerja yang berasal dari negaranya,” katanya.

Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri menambahkan, berbagai program pendidikan telah disusun dan dijalankan untuk melahirkan SDM industri kompeten yang dapat berkontribusi pada hilirisasi industri. Program pelatihan itu tidak hanya di sektor pertambangan, tetapi juga SDA non-tambang, seperti kelapa sawit, kakao, ikan, karet, hingga furnitur.

”Untuk mendukung hilirisasi logam, unit-unit pendidikan ini menjalin kerja sama juga dengan perusahaan dan kawasan industri, memberi kesempatan bagi mahasiswa lokal di lokasi pertambangan untuk menjalankan kuliah kerja praktik dan bisa direkrut menjadi karyawan,” katanya.

Suasana pabrik HPAL milik grup Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Minggu (9/4/2023). Fasilitas itu mengolah bijih nikel menjadi produk bernama MHP, yang menjadi bahan intermediari pembuatan baterai kendaraan listrik.
KOMPAS/MOHAMAD FINAL DAENG

Suasana pabrik HPAL milik grup Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara, Minggu (9/4/2023). Fasilitas itu mengolah bijih nikel menjadi produk bernama MHP, yang menjadi bahan intermediari pembuatan baterai kendaraan listrik.

Hilirisasi berkelanjutan

Sejumlah persoalan yang dihadapi terkait hilirisasi mineral akan dibahas dalam Indonesia Mining Summit (IMS) 2023 yang digelar Indonesian Mining Association (IMA) dan harian Kompas, di Nusa Dua, Bali, Selasa (10/10/2023). Selain para pelaku usaha pertambangan dan pemerintah, acara itu juga akan dihadiri asosiasi, akademisi, dan para pemangku kepentingan.

Baca juga: Investasi Pabrik Nikel Belum "Menetes" Pada Warga Lokal

Pertemuan itu menurut rencana akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Indonesia Luhut Binsar Pandjaitan. Juga akan ada sejumlah sesi diskusi dengan pembicara yang berasal dari berbagai latar, seperti para menteri, dunia usaha, hingga akademisi.

Salah satu yang didorong dalam IMS 2023 ialah hilirisasi industri pertambangan yang dapat memperkuat daya saing ekonomi nasional di tengah ketidakpastian kondisi perekonomian global. Dampak ikutan (multiplier effect) bagi masyarakat dalam menciptakan peluang ekonomi yang lebih luas juga terus diupayakan.

Warga dari sejumlah desa di Roko-roko Raya, Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, menggelar aksi di DPRD Konkep, Senin (29/5/2023). Mereka menuntut agar aktivitas perusahaan tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana dihentikan sementara. Sebab, selain bermasalah dengan lahan, dampak pertambangan telah merusak sumber mata air warga.
KOMPAS/SAIFUL RIJAL YUNUS

Warga dari sejumlah desa di Roko-roko Raya, Wawonii Tenggara, Konawe Kepulauan, menggelar aksi di DPRD Konkep, Senin (29/5/2023). Mereka menuntut agar aktivitas perusahaan tambang nikel PT Gema Kreasi Perdana dihentikan sementara. Sebab, selain bermasalah dengan lahan, dampak pertambangan telah merusak sumber mata air warga.

Ketua Umum IMA Rachmat Makkasau menuturkan, IMS 2023 mengangkat tema ”Masa Depan Hilirisasi yang Berkelanjutan”. Ke depan, diharapkan ada ekosistem industri hilir yang terbangun dan menyerap produk-produk smelter yang ada di Indonesia. Saat sudah ada peningkatan nilai tambah lewat smelter, serapan domestik mesti dipastikan.

”(Perlu) Penyiapan ekosistem industri dalam negeri. Juga penyiapan regulasi khusus yang mencakup kemudahan dan dukungan regulasi finansial, perpajakan, dan lainnya,” kata Rachmat, Senin (9/10/2023).

Dalam sepengetahuannya, sejumlah produk tambang sebenarnya sudah terpetakan untuk pohon hilirisasi atau industrinya hingga tahap paling hilir. Namun, perlu dorongan pelaksanaan dan implementasi di seluruh sektor dalam pemanfaatan produk smelter. Hal itu diharapkan dapat mengurangi ekspor hasil produk smelter.

Editor:
Bagikan