logo Kompas.id
β€Ί
Bebas Aksesβ€ΊAlat Pemantauan Terbatas, Data...
Iklan

Alat Pemantauan Terbatas, Data yang Diperoleh Tidak Ideal

Sensor pemantau kualitas udara di Indonesia masih terbatas jumlahnya. Tanpa alat sensor yang memadai di setiap kota, sulit untuk mendapatkan data kualitas udara yang akurat.

Oleh
MARGARETHA PUTERI ROSALINA, SATRIO PANGARSO WISANGGENI, ALBERTUS KRISNA
Β· 1 menit baca
Pengukuran dengan alat Air Visual Pro memperlihatkan konsentrasi partikulat (PM 2,5) rendah, yakni 12 mikrogram per meter kubik dengan indikator warna hijau. Hal itu menunjukkan kualitas udara cukup sehat dalam ruangan yang bersangkutan. Batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien (NAB) PM 2,5 adalah 65 mikrogram per meter kubik. Foto diambil pada 17 Juli 2020.
KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Pengukuran dengan alat Air Visual Pro memperlihatkan konsentrasi partikulat (PM 2,5) rendah, yakni 12 mikrogram per meter kubik dengan indikator warna hijau. Hal itu menunjukkan kualitas udara cukup sehat dalam ruangan yang bersangkutan. Batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien (NAB) PM 2,5 adalah 65 mikrogram per meter kubik. Foto diambil pada 17 Juli 2020.

JAKARTA, KOMPAS β€” Alat sensor pemantau kualitas udara di Indonesia masih terbatas jumlahnya, padahal hasilnya penting untuk menetapkan kebijakan dalam pengelolaan kualitas udara. Pemerintah berupaya menambah beberapa alat pemantau di kota besar untuk membangun sistem peringatan dini kualitas udara buruk.

Saat ini, alat pemantau kualitas udara di Jakarta hanya ada tujuh unit. Ada lima perangkat pemantau yang dikelola Stasiun Pemantau Kualitas Udara Ambien (SPKUA) milik Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta. Peralatan tersebut terpasang di Bundaran HI, Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk.

Editor:
MARGARETHA PUTERI ROSALINA
Bagikan