Gerakan Lingkungan untuk Selamatkan Bumi
Bumi tidak bisa mengharapkan kebijakan lingkungan, maka gerakan lingkunganlah yang dapat menggantikan peran kebijakan lingkungan. Karena itu, perlu redefinisi gerakan lingkungan agar berkelanjutan ke depan.
Hari Bumi yang kita peringati setiap 22 April semakin menyadarkan kita kepada kondisi bumi yang kian rusak. Kesadaran ini senapas keprihatinan Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson pada polusi udara dan penggunaan insektisida yang membahayakan pada tahun 1970. Keprihatinan ini menggelinding cepat sampai kini diperingati sebagai Hari Bumi.
Terkait persoalan di atas, status bumi kini memprihatinkan. Dunia memproduksi 35.753.305.000 ton emisi karbon (2016), sementara Indonesia memproduki 530.035.650 ton emisi CO2 (2016) (https://www.worldometers.info/co2-emissions). Krisis lingkungan terjadi dalam tataran global, setiap tahun erosi tanah dan bentuk degradasi lahan merampas 5 juta-7 juta hektar lahan pertanian dunia. Selain itu, setiap tahun 25.000 juta ton tanah lapisan atas hanyut (https://www.fao.org).