Paradigma Keliru Rehabilitasi Pecandu Narkotika
Rehabilitasi pecandu narkotika merupakan sebuah proses yang komprehensif, terintegrasi, dan berkelanjutan hingga tahapan akhir paska rehabilitasi serta tak dapat dipolarisasi menjadi problem medis dan sosial belaka.
Akhir-akhir ini publik dihebohkan atas penemuan “kerangkeng manusia” berkedok fasilitas rehabilitasi narkotika di rumah Bupati Langkat non aktif Terbit Perangin Angin. Tempat mirip penjara yang telah beroperasi 10 tahun dan diklaim telah “menyembuhkan” ribuan orang tersebut tidak memenuhi standar rehabilitasi SNI 8807:2019. Dalam siaran persnya, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban(LPSK) juga menuding tempat tersebut tak menjalankan aktivitas perehabilitasian sesuai standar hak asasi manusia (HAM) karena penghuninya mengalami penahanan dan pengekangan hak serta eksploitasi paksa (Kompas, 30/1/22).
Tindakan Bupati Langkat non aktif tersebut mencerminkan masih adanya paradigma yang keliru bahwa rehabilitasi pecandu narkotika hanya berupa pengekangan dan pemenjaraan pecandu belaka. Hal tersebut terlihat jelas dalam hasil survei Badan Narkotika Nasional (BNN) dimana 59,30 persen responden menyatakan rehabilitasi merupakan tindak penanganan paling tepat bagi para pecandu, namun terdapat 22,60 persen yang ingin mereka direhabilitasi dalam penjara serta 14,30 persen yang hendak memenjarakan belaka (BNN, 2019).