logo Kompas.id
Arsip KompasMembentengi Presiden dengan...
Iklan

Membentengi Presiden dengan ”Pasal Karet”

Seorang pemuda berusia 29 tahun dituntut hukuman penjara oleh jaksa karena menghina presiden. Dwi Pramono, pemuda yang menjadi tersangka, mengaku bersalah mencemari nama presiden di tempat umum.

Oleh
Nasrullah Nara
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/gJYHc5F__6ADnv0jYsonFXsHAxI=/1024x625/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F04%2FFC-02945-II-29-AHM006_1585866944.jpg
KOMPAS/KARTONO RYADI

Mantan anggota DPR, Sri Bintang Pamungkas (50), Rabu (15/11/1995), disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk mendengarkan dakwaan jaksa penuntut umum P Sitinjak. Sri Bintang yang didakwa menghina Presiden Soeharto ini didampingi enam pembela senior yang merupakan gabungan YLBHI-Ikadin, yakni Adnan Buyung Nasution, Luhut MP Pangaribuan, Soekardjo Adidjojo, Mohamad Assegaf, Dwiyanto Prihartono, dan Harjono Tjitrosoebono (tidak hadir).

Presiden adalah simbol negara sehingga menghina presiden bisa dimaknai menghina negara. Begitulah narasi yang menyertai Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau RKUHP, bahasan DPR periode 2014-2019. RKUHP tersebut sedianya disahkan pada 2019, di ujung masa bakti DPR periode 2014-2019. Namun, rencana itu ditunda karena penolakan dari masyarakat.

”Kini, pembahasan RKUHP kembali menjadi salah satu prioritas dalam Program Legislasi Nasional 2020 (Kompas, 2/11/2019). Jauh sebelum soal ini menuai polemik, upaya politis untuk ”membentengi” presiden dari tindakan penghinaan sebenarnya telah dilakukan semenjak beberapa dekade silam. Salah satunya tersaji dalam pemberitaan Kompas edisi 3 April 1974. Diwartakan, Dwi Pramono (29) dituntut hukuman empat tahun penjara karena dinyatakan menghina Presiden Soeharto.

Editor:
Bagikan