Untuk menghadapi kondisi global saat ini, Indonesia perlu mengubah paradigma terhadap perdagangan luar negeri.

Keinginan meningkatkan nilai tambah dan membuka lapangan kerja bisa dimengerti. Namun, pelarangan ekspor cenderung menyebabkan distorsi tinggi dalam perekonomian dan menumbuhkan praktik perburuan rente.

Restrukturisasi utang negara miskin dan negara berkembang menjadi agenda penting dalam Konferensi Tingkat Tinggi G20. Indonesia berupaya menjembatani pihak debitor dan kreditor yang berupa bank multilateral maupun negara

Inklusi keuangan yang tinggi akan memberikan manfaat jika literasi digital dan literasi keuangan juga bisa ditingkatkan. Literasi dan keterampilan yang mencukupi jadi pekerjaan rumah yang perlu segera mendapat perhatian.

Keberhasilan reformasi WTO akan jadi kunci dalam membentuk tata kelola ekonomi dunia yang lebih utuh dan tak terfragmentasi, yang dibutuhkan di masa perubahan pascakrisis ini.

Resesi ekonomi yang terjadi di sejumlah negara akan memengaruhi kinerja investasi RI. Kontribusi investasi terhadap produk domestik bruto akan menurun tajam hingga mencapai 15-20 persen.

Status Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah tinggi tak cukup. Reformasi dipercepat untuk mengatasi ketertinggalan dan menekan ketimpangan.

Peningkatan anggaran program perlindungan sosial mesti dioptimalkan untuk memperkecil dampak tekanan global terhadap perekonomian dalam negeri.