logo Kompas.id
β€Ί
Utamaβ€ΊLubang Ketimpangan di Daerah...
Iklan

Lubang Ketimpangan di Daerah Tambang

Kegiatan pertambangan bukanlah suatu usaha ekonomi berkelanjutan. Karena itu, diperlukan penerapan sistem penambangan yang sesuai agar perolehannya dapat optimal tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi mendatang.

Oleh
WIRDATUL AINI
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/w0mauCi3CyAVDIk57-x0is9uC-c=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2020%2F01%2F8096a9ee-f837-40a4-a21e-c24343ce4a25_jpg.jpg
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS

Warga RT 006 Dusun 2, Desa Makmur Mulia, Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, bersantai di teras rumah, Sabtu (4/1/2020). Kehidupan warga yang berada di daerah lingkar tambang batubara itu masih jauh dari kemakmuran. Mereka justru menderita akibat kerusakan lingkungan.

Kekayaan alam berupa bahan tambang menghasilkan nilai ekonomi tinggi. Namun, dalam jangka panjang, keterbatasan sumber daya alam dapat menimbulkan beban kemiskinan bagi generasi mendatang. Limbah dan lubang bekas tambang berpotensi merusak ekosistem alam sehingga menurunkan kualitas lingkungan dan ekonomi.

Indonesia memiliki potensi pertambangan yang besar. Kondisi ini dapat dilihat dari kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berdasarkan data BPS, sejak 2015-2018, sektor ini menyumbang PDB rata-rata 7,62 persen.

Editor:
Bagikan