logo Kompas.id
β€Ί
Utamaβ€ΊMomentum Menghentikan...
Iklan

Momentum Menghentikan Perkawinan Anak

Jalan untuk mencegah perkawinan anak akhirnya terbuka, menyusul pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Oleh
Sonya Hellen Sinombor
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/ImD2It2jLDCYlyDHDqv8FVahWVY=/1024x681/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F09%2Fb6fd6c5d-4435-4cf7-b21b-7fca3b99aae0_jpg.jpg
Kompas/Wawan H Prabowo

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise menyampaikan tanggapan atas kesepakatan DPR dan pemerintah terkait revisi UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Rapat Paripurna DPR Ke-8 Masa Sidang Tahun 2019-2020, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/9/2019). Pada kesempatan itu, DPR secara resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menjadi undang-undang. Melalui pengesahan RUU Perkawinan itu, batas usia minimal perkawinan kini menjadi 19 tahun.

JAKARTA, KOMPAS β€” Jalan untuk mencegah perkawinan anak akhirnya terbuka, menyusul pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, Senin (16/9/2019). Perubahan undang-undang yang menaikkan batas usia minimal perkawinan bagi perempuan dari 16 tahun menjadi 19 tahun dan mengatur dispensasi secara ketat itu diharapkan menjadi momentum menyelamatkan anak-anak Indonesia dari praktik perkawinan anak.

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga menjadi bagian dari sejarah karena menghapus diskriminasi antara laki-laki dan perempuan. Dengan perubahan UU tersebut, kini batas usia minimal perkawinan tidak lagi ada perbedaan. Semuanya sama 19 tahun. Perjuangan untuk menghentikan perkawinan anak sudah disuarakan sejak Kongres Perempuan Indonesia I pada 1928.

Editor:
evyrachmawati
Bagikan