logo Kompas.id
UtamaAgar Kita Tak Jadi ”Cendol”
Iklan

Agar Kita Tak Jadi ”Cendol”

Belakangan banyak orang tergila-gila ”traveling”, melancong. Sayangnya, ledakan industri pariwisata global membawa dampak buruk fenomenal, yang kini disebut ”overtourism”.

Oleh
Sarie Febriane
· 1 menit baca

Belakangan banyak orang tergila-gila travelling, melancong. Sayangnya, ledakan industri pariwisata global membawa dampak buruk fenomenal, yang kini disebut overtourism. Ketika destinasi wisata bagai lautan cendol, banyak hal jadi tak nyaman. Dari Bhutan, kita bisa meneladani praktik pariwisata berkelanjutan. Bukan melulu jualan eksotisme semata.

https://cdn-assetd.kompas.id/lc02RjH4F2OGT2vOQBY2_b1W020=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F08%2F20190822_BHUTAN_C_web_1566466950.jpg
KOMPAS/SARIE FEBRIANE

Tashichho Dzong, kuil besar di Thimphu, ibu kota Bhutan. Di kompleks kuil ini pula Raja Bhutan berkantor.

Lantunan musik tradisional yang melankolis mulai terdengar seiring pesawat Druk Air bermanuver untuk mendarat di landasan pacu Bandara Internasional Paro. Hanya 8-12 pilot saja yang bisa mendaratkan pesawat di salah satu bandara tersulit di dunia ini. Dari jendela, kepungan pegunungan dan perbukitan terlihat sejauh mata memandang.

Editor:
Bagikan