logo Kompas.id
UtamaKotak Pandora
Iklan

Kotak Pandora

Pemanasan global dan perubahan iklim kini membuat para ahli mikrobiologi waswas. Akibat pemanasan global, lapisan permafrost di Kutub Utara mulai mencair—yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka khawatir itu akan membuka pintu untuk kembalinya penyakit-penyakit lama, bahkan penyakit purba yang belum pernah kita kenal.

Oleh
Brigitta Isworo Laksmi
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Ud_AisbLeWIghPwTRUgpw9qh-EM=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2F448455_getattachment0b1a9cbe-45d9-4476-8310-b10d080c1b05439844.jpg
Kompas/M Zaid Wahyudi

Burung camar bermain di dinding es yang terbentuk di tepi Sungai Kemijoki, Rovaniemi, Finlandia, Senin (1/5/2017). Meski sudah masuk musim semi, salju masih turun di kawasan lingkar Arktika atau lingkar Kutub Utara.

Pemanasan global dan perubahan iklim kini membuat para ahli mikrobiologi waswas. Akibat pemanasan global, lapisan permafrost di Kutub Utara mulai mencair—yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mereka khawatir itu akan membuka pintu untuk kembalinya penyakit-penyakit lama, bahkan penyakit purba yang belum pernah kita kenal.

Lapisan permafrost itu dingin, gelap, tak ada oksigen, dan netral seperti air tawar—tak asam dan tidak basa. Ahli biologi mikro, Michel Claverie, dari Aix-Marseille University di Perancis, mengatakan, lapisan ini cocok untuk ”tidur panjang” (dormant) mikroba, benih-benih, virus, dan spora.

Editor:
evyrachmawati
Bagikan