Kearifan Lokal
Otonomi Subak, Kemandirian Petani Bali
Masyarakat Bali mandiri dalam mengelola sumber daya air. Organisasi subak berjalan secara otonom sehingga pemerintah tidak perlu mengontrol atau mengarahkan. Kearifan lokal itu mampu bertahan dan berjalan selama 1.000 tahunan.
/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F07%2FDSC06921_1562069339.jpg)
Pengunjung menyusuri sisi luar pagar Pura Taman Ayun yang merupakan peninggalan Raja Mengwi tahun 1627 di Mengwi, Badung, Bali, Selasa (2/7/2019). Kawasan Pura Taman Ayun seluas 4 hektar ini dikelilingi kolam air yang mengaliri kawasan subak seluas 250 hektar.
BADUNG, KOMPAS — Masyarakat Bali mandiri dalam mengelola sumber daya air. Organisasi subak berjalan secara otonom sehingga pemerintah tidak perlu mengontrol atau mengarahkan. Kearifan lokal dalam hal pengelolaan sumber daya air itu mampu bertahan dan berjalan selama 1.000 tahunan.
”Desa atau pemerintah daerah setempat tidak bisa ikut campur tangan dalam mengatur subak. Subak adalah organisasi sosial yang otonom,” kata pakar subak dari Universitas Udayana, Bali, I Wayan Windia, di sela-sela penelitian arkeologi ”Peradaban Bali dalam Pengelolaan Sumber Daya Air” yang digelar Pusat Penelitian Arkeologi Nasional di Badung, Bali, Selasa (2/7/2019).
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi di halaman 0 dengan judul "Otonomi Subak, Kemandirian Petani Bali".
Baca Epaper Kompas