logo Kompas.id
β€Ί
Utamaβ€ΊRuang Abu-abu Sunat Perempuan
Iklan

Ruang Abu-abu Sunat Perempuan

Sejumlah adat dan tradisi di Indonesia masih melanggengkan praktik sunat terhadap perempuan. Praktik tersebut mendapat tentangan atas dasar prinsip kesetaraan dan hak asasi manusia yang juga menjadi landasan hukum negara.

Oleh
YOHANES MEGA HENDARTO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Is78awKaLJXF2RTeJOlerGmzFvA=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F03%2F20190308_HARI-PEREMPUAN_A_web_1552054600.jpg
KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Hari Perempuan Internasional 2019 diperingati perempuan dari sejumlah organisasi dengan berunjuk rasa di Taman Aspirasi, depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (8/3/2019). Mereka, antara lain, mendesak pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, perlindungan terhadap pekerja perempuan, dan perlakuan yang setara.

Sejumlah adat dan tradisi di Indonesia masih melanggengkan praktik sunat terhadap perempuan. Praktik tersebut mendapat tentangan atas dasar prinsip kesetaraan dan hak asasi manusia yang juga menjadi landasan hukum negara. Dialektika antara pandangan tradisional dan modern terkait hal itu masih menyisakan ruang abu-abu.

Akhir 2018, Komnas Perempuan merilis riset tentang pemotongan/pelukaan genitalia perempuan (P2GP) atau yang dikenal juga dengan sunat perempuan. Riset ini dilakukan di 10 provinsi di Indonesia yang masih memiliki prevalensi tinggi terhadap praktik sunat perempuan dengan alasan mengikuti tradisi ataupun ajaran agama. Ke-10 provinsi itu ialah Riau, Kepulauan Bangka Belitung, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Banten, Jawa Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, dan Sulawesi Barat.

Editor:
Bagikan