logo Kompas.id
β€Ί
Utamaβ€ΊMenanti Dampak Positif...
Iklan

Menanti Dampak Positif Konvensi Basel

Oleh
ICHWAN SUSANTO
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/Ek3d-hkYCd4zEO4IBoye0JwC8nk=/1024x575/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2019%2F04%2F20190422bro-ecoton2SILO-1.jpg
KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Kalangan pegiat lingkungan hidup yang menyatakan diri Brantas River Coalition To Stop Imported Plastic (BRACSIP) berunjuk rasa di depan gedung ESA Sampoerna Center dalam peringatan Hari Bumi, Senin (22/4/2019), di Surabaya, Jawa Timur. Mereka berusaha meminta Konsulat Jenderal Australia memperketat aturan ekspor sampah kertas bekas ke Indonesia. Pasalnya, pengekspor sampah kertas bekas dari Australia diduga kuat mencampur atau menyelundupkan sampah plastik berupa serpihan dari popok, bungkus makanan minuman, kantong kresek, sepatu bekas, dan lain-lain yang tidak bisa didaur ulang sehingga hanya akan menumpuk di Indonesia. Penyelundupan sampah plastik bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Suatu negara tak bisa lagi sekadar "membuang" sampah plastiknya ke negara lain. Konvensi Basel menuntut negara pengekspor sampah plastik bertanggungjawab atas isi pengiriman.

Sidang COP Ke-14 Konvensi Basel di Jenewa, Swiss pada 29 April – 10 Mei 2019 disambut kalangan pemerhati lingkungan sebagai babak baru perang melawan sampah plastik, baik bagi negara berkembang maupun bagi negara maju. Perdagangan sampah plastik kini diatur dalam perjanjian internasional tersebut dan berlaku penuh pada 1 Januari 2021.

Editor:
yovitaarika
Bagikan