Taman Nasional Komodo
Keberadaan Perusahaan Swasta di Pulau Rinca Jadi Polemik
![https://assetd.kompas.id/CjEtoTZhecx6WKfj9xlYqhZQHEc=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F08%2Fkompas_tark_11059443_14_0.jpeg](https://assetd.kompas.id/CjEtoTZhecx6WKfj9xlYqhZQHEc=/1024x683/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F08%2Fkompas_tark_11059443_14_0.jpeg)
Pemandangan pulau-pulau dilihat dari puncak Pulau Rinca, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, Senin (4/6/2012). Pulau Rinca merupakan salah satu dari empat pulau yang dihuni komodo. Keberadaan sebuah perusahaan swasta di dalam pulau itu, Agustus 2018, menjadi polemik.
KUPANG, KOMPAS โ Sejumlah kalangan masyarakat Nusa Tenggara Timur menolak privatisasi Taman Nasional Komodo. Jika pemerintah ingin mendatangkan wisatawan ke kawasan taman nasional itu dalam jumlah besar, tidak perlu dengan membangun restoran atau fasilitas mewah di dalam kawasan. Privatisasi Taman Nasional Komodo hanya menyebabkan kerusakan habitat.
Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (Asita) Nusa Tenggara Timur (NTT) Abed Frans, di Kupang, Selasa (7/8/2018), mengatakan, pemerintah sebaiknya jujur kepada masyarakat dalam mengelola kawasan Taman Nasional Komodo (TNK). Kehadiran PT SKL di Pulau Rinca, salah satu dari 146 pulau di dalam kawasan TNK, untuk mengelola kawasan itu sebaiknya dihentikan.