logo Kompas.id
UtamaEkonomi Masyarakat Adat...
Iklan

Ekonomi Masyarakat Adat Berkelanjutan dan Memikirkan Pewarisan

Oleh
Brigitta Isworo Laksmi
· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/D-kXfgdFK2oSX49sxxGrLLUpI6Y=/1024x779/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F06%2F20180623ISW-Ekonomi-Masyarakat-Adat-2-1.jpg
KOMPAS/BRIGITTA ISWORO LAKSMI

Dari kiri ke kanan: Luthfi A Mutty (anggota Badan Legislasi DPR-RI), Mina Susana Setra (Aliansi Masyarakat Adat Nusantara), Jaleswari Pramodhawardani (Deputi V Kantor Staf Presiden), dan Mubariq Ahmad (ketua tim peneliti, Direktur Eksekutif Yayasan Strategi Konservasi Indonesia).

Selama ini makna ”pembangunan” dan ”kesejahteraan” hanya diisi angka-angka kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, nilai investasi, penyerapan tenaga kerja, dan beragam jargon ekonomi untuk membangun mimpi tentang kemakmuran. Pemaknaan tersebut secara diametral telah mereduksi nilai nominal dari kekayaan alam yang selama ini dijaga, dimanfaatkan, atau dipertahankan oleh masyarakat adat.

”Jika berbicara ekonomi selalu berbicara ekonomi sektoral. Amat diskriminatif. Padahal, masyarakat adat memiliki potensi dan kemampuan. Selama ini seakan-akan satu-satunya pihak yang bisa menggerakkan ekonomi adalah dari korporasi saja,” ujar Direktur Perluasan dan Partisipasi Politik Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdi Akbar saat peluncuran hasil studi yang dilakukan AMAN bersama Climate and Land Use Alliance (CLUA) dalam laporan, ”Menakar Keragaan Ekonomi Pengelolaan Lanskap Berkelanjutan Masyarakat Adat”, Kamis (24/5/2018) di Jakarta.

Editor:
Bagikan