logo Kompas.id
β€Ί
Utamaβ€ΊTradisi Berpikir Kritis Masih ...
Iklan

Tradisi Berpikir Kritis Masih Lemah

Oleh
Aditya Putra Perdana
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/5y9rJySTCy_1jTjSDHpqpQUEoK8=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F04%2F20180425DIT-UKSW.jpg
KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA

Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Neil Samuel Rupidara (keempat dari kiri) menjelaskan rencana pengembangan berpikir kritis yang akan masuk dalam kurikulum, di kampus UKSW di Kota Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (25/4/2018).

SALATIGA, KOMPAS β€” Tradisi berpikir kritis dalam pembelajaran pendidikan tinggi di Indonesia masih lemah. Padahal, menghadapi ketatnya persaingan di tingkat global, mahasiswa dituntut aktif turut serta menjadi konstruktor pengetahuan. Dari berpikir kritis juga bakal lahir beragam inovasi.

Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Neil Samuel Rupidara, di sela-sela jumpa pers di Kampus UKSW, Kota Salatiga, Jawa Tengah, Rabu (25/4/2018), mengatakan, tradisi belajar mengajar secara umum masih menempatkan dosen sebagai sentral. Artinya, dosen sebagai ahli yang harus memberi tahu orang lain.

Editor:
Bagikan