Hendra dan Peranti Internet untuk Pembudidaya Lobster
Hendra dan teman-temannya membuat alat untuk memonitor kondisi air laut yang bermanfaat untuk nelayan lobster di Jatim.
Tahun 2015, Hendra (31) dan temannya sesama mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, membuat alat untuk memonitor kondisi air laut. Alat itu ternyata bermanfaat untuk nelayan lobster di Jember dan Situbondo.
Alat yang diberi nama Lobstech itu terdiri dari tiga buah sensor, masing-masing sensor tingkat keasaman, temperatur, dan salinitas. Ketiganya terangkai dengan sebuah modul. Dari modul itulah, data terkait kondisi perairan yang terdeteksi, dikirim alat itu ke situs Lobstech.co.id.
Data hasil monitor itu kemudian menjadi bahan analisis apakah kondisi perairan saat itu aman bagi budidaya lobster atau sebaliknya. Data yang presisi itu pun bisa menjadi pertimbangan soal langkah apa saja yang mesti dilakukan oleh nelayan agar lobsternya berkembang optimal.
”Jadi ini sebuah teknologi berbasis internet (internet of things/IoT). Kami mengembangkan teknologi untuk memonitor air. Data kualitas air itu berguna untuk perbaikan budidaya lobster,” ujar Hendra, di Malang, Senin (4/11/2024).
Dengan data yang tepat, nelayan bisa mencari tahu secara pasti mengapa pada saat tertentu budidaya lobster mereka gagal. Apakah hal itu disebabkan oleh kualitas air yang turun atau ada masalah lain sehingga ke depan, upaya mitigasi dan perbaikan bisa dilakukan guna meminimalkan kegagalan.
Sebelum memanfaatkan Lobstech, nelayan yang didampingi oleh Hendra dan kawan-kawan tidak pernah memerhatikan secara detail tentang kondisi perairan. Mereka hanya melakukan budidaya secara tradisional berdasarkan feeling.
”Kalau kematian (lobster) itu relatif, tergantung teknik budidayanya. Hanya saja, tanpa data presisi, kita tidak tahu pemicu kegagalan dipengaruhi oleh apa?” ucap lelaki yang kini tengah menyelesaikan semester akhir di program Pascasarjana Universitas Brawijaya jurusan Budidaya Perairan itu.
Selama memanfaatkan Lobstech, temuan di lapangan lebih pada dampak cuaca yang mudah berubah. Misalnya tahun ini kemaraunya lebih panas. Suhu air yang naik mesti diimbangi dengan penanganan yang berbeda oleh nelayan budidaya, seperti menentukan formula diet. Kalau tidak begitu, lobster akan kolaps.
Berkat Lobstech, Hendra meraih salah satu penghargaan Satu Indonesia Award 2021 dari PT Astra International Tbk untuk kategori Teknologi Nondigital. Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi terhadap anak muda penggerak yang menjadikan lingkungan sekitar lebih baik.
Baca juga: Tiada Tongkol Jagung Tersia-sia di Tangan Stefanus Indri Sujatmiko
Menurut Hendra, awalnya Lobstech dikembangkan oleh dirinya bersama tiga teman mahasiswa (tim) satu kampus di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Brawijaya, sejak 2015, tetapi baru mulai penggunaan ke nelayan 2017. Kala itu ada penelitian oleh kampusnya di Pantai Getem, Puger, Kabupaten Jember.
Sebelumnya nelayan setempat telah membudidayakan lobster di kolam-kolam terpal di pinggir pantai. Hendra dan teman-teman pun mencoba menawarkan teknologi yang dimaksud. Namun, mereka tidak langsung merespons. Mereka membutuhkan waktu untuk adaptasi sebelum akhirnya bisa menerima apa yang ditawarkan.
Ada lima nelayan pembudidaya lobster yang kemudian menjadi klien. ”Mereka mau membuktikan dulu. Ini bekerja dengan baik atau tidak. Baru setelah itu mereka percaya,” ucapnya.
Sayangnya, pendampingan itu hanya berlangsung dua tahun lantaran pasar China goyah akibat pandemi Covid-19. Hendra kemudian mulai beraktivitas kembali pada 2021 bersama anggota tim baru (tiga orang). Namun, lokasinya pindah ke pantai utara, tepatnya di wilayah Desa Klatakan, Kecamatan Kendit, Situbondo. Selama ini tempat itu dikenal sebagai ”Kampung Kerapu”.
”Nelayan di pantai selatan berbeda dengan pantai utara. Jika di pantai selatan mereka membudidayakan lobster di kolam terpal karena kondisi perairan curam dan ombaknya besar, di pantai utara nelayan menggunakan keramba karena perairannya lebih tenang,” katanya.
Pada tahun yang sama, Hendra bersama rekannya juga memulai aktivitas sebagai pembudidaya lobster di lokasi yang sama. Usaha itu berkembang sampai sekarang. Jika pada awalnya dia hanya memiliki 20 petak keramba yang dibeli dari nelayan, saat ini telah berkembang menjadi 156 petak. Tahun 2024 Hendra mendirikan perusahaan PT Lobstech Inti Makmur.
Awalnya hanya satu nelayan yang menjadi rekan di Situbondo, kini jumlahnya bertambah menjadi sembilan orang. Dari jumlah itu, empat orang fokus pada budidaya lobster dan sisanya fokus pada budidaya kerapu.
Baca juga: Mariana YH Opat, Tegar dalam Rapuhnya Perempuan Timor
Dalam hal budidaya lobster, pria yang saat mahasiswa pernah memenangi ajang Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam untuk Negeri Universitas Indonesia (MIPA UI Awards) kategori karya tulis ilmiah dengan tema maritim (2015) itu, juga memiliki sejumlah partner nelayan di Banyuwangi, Jember, dan Tulungagung. Mereka menjadi rekan kerja sama jual beli lobster konsumsi dengan pangsa pasar Jakarta, Surabaya, dan Bali.
”Kita produksi alat, konsultan budidaya, dan pelaku budidaya itu sendiri. Kita ada unit budidaya di Situbondo. Alat dan teknologi pendukung budidaya bersifat sosial. Sedangkan dari sisi bisnis lebih fokus mengandalkan budidaya,” katanya.
Sebagai pembudidaya, Hendra mengaku harus terus mengikuti aturan dari pemerintah. Peraturan pemerintah terkait lobster memang terus berubah. Jika sebelumnya masih abu-abu dan menjadi kendala dalam budidaya terkait benih lobster, kini pemerintah membolehkan pembesaran dari benih bening lobster (BBL).
Merespons kebijakan itu, kini Hendra tengah menggunakan IoT tersebut di kolam darat. Ternyata untuk membesarkan BBL sampai ukuran 20 gram hanya butuh dua bulan jika dibudidayakan di kolam darat. Jika benih 20 gram tadi dilempar ke keramba, bisa panen enam bulan kemudian.
Dengan demikian, waktu total panen yang biasanya satu tahun bisa dipangkas hanya menjadi delapan bulan. ”IoT tadi memang penting kalau di kolam darat. Karena di situ air diputar terus,” ucapnya.
Saat ini, Hendra juga tengah melakukan riset perkawinan lobster, penetasan sampai menjadi BBL. Tahapan yang dilalui baru fase phyllosoma 4 dan butuh satu fase lagi untuk bisa menjadi BBL.
Selain melakukan riset untuk penetasan lobster di Lobstech, lelaki asal Bondowoso itu juga tengah mengembangkan pakan ramah lingkungan. Pakan buatan itu memanfaatkan limbah kepala udang. Untuk sementara, produk yang dihasilkan akan diarahkan untuk pakan lobsternya sendiri.
”Udah jalan hampir setahun kita riset pakannya. Mudah-mudahan dalam waktu dekat siap untuk dipakai sendiri. Namun, jika berhasil dan terbukti, ada rencana untuk memasarkan pakan itu,” ucapnya.
Hendra
Lahir: Bondowoso, 9 September 1993
Istri: Lailatus Silvia
Pendidikan:
- SDN Tanah Wulan 3 Bondowoso
- SMPN 2 Maesan Bondowoso
- SMAN 2 Bondowoso
- S-1 Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Brawijaya (lulus 2016)
- S-2 Budidaya Perairan Universitas Brawijaya
Penghargaan:
- Satu Indonesia Awards dari PT Astra International Tbk
- Menang MIPA UI Awards kategori karya tulis ilmiah dengan tema maritim (2015)
- Indocement Award kategori sosial Entrepreneurship sebagai anggota (2014)
- Masuk binaan Indigo Inkubator dari Telkom (2017)