Sastra Mudik dan Kerinduan Pulang
Perkara jerih payah di perantauan dan pulang ke rumah asal akan terus mengusik tiap insan di relung hati terdalamnya.
Pertanyaan untuk apa mudik menjadi bahasan yang mengisi ruang sebagian besar orang menjelang Lebaran. Jawaban yang tersedia biasanya bernuansa rasional, tetapi seni sastra mampu melampauinya. Jauh sebelumnya, mudik telah dimaknai secara mendalam melalui kekayaan literatur.
Dalam Kitab Tawasin (Ta-Sin) atau yang disebut juga Kitab Kematian adalah risalah Mansur Al-Hallaj yang menunjuk inti ”mudik”. Al-Hallaj menggambarkan suatu ”lingkaran titik primordial” dalam bentuk simbol tanda baca titik yang membentuk lingkaran yang terputus dan terus berulang. Inilah proses perjalanan mudik itu, yakni sebagai sumber sekaligus muara kehidupan manusia, tidak berkurang ataupun bertambah.