Membangun Asa Ketahanan Pangan lewat Kawasan Industri Pupuk
Selain mendukung ketahanan pangan nasional, kawasan industri pupuk di Fakfak, Papua Barat, juga membuka peluang pemerataan pembangunan di kawasan timur Indonesia.
Pemerintah tengah membangun kawasan industri pupuk di Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Bukan hanya soal pabrik, kehadirannya akan turut menentukan seberapa jauh keberlanjutan pertanian Indonesia dan seberapa mampu mewujudkan ketahanan pangan. Keberadaannya juga akan membuka peluang pemerataan pembangunan di kawasan timur Indonesia.
Pada 23 November 2023, Presiden Joko Widodo melakukan peletakan batu pertama (groundbreaking) Kawasan Industri Pupuk di Distrik Arguni, Kabupaten Fakfak, Papua Barat. Proses pembangunannya ditargetkan selesai tahun 2028. Proyek Strategis Nasional investasi dari Pupuk Kalimantan Timur (PKT) tersebut diproyeksikan mampu memproduksi 1,15 juta ton pupuk urea dan 825.000 ton amonia per tahunnya.
Meski baru akan beroperasi sekitar lima tahun mendatang, proyek tersebut memberikan angin segar, setidaknya dalam dua hal. Pertama, memupuk asa keberlanjutan pertanian dan upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional. Kedua, membuka peluang untuk pengembangan Indonesia bagian timur dengan hadirnya industri pengolahan.
Keberlanjutan pertanian ini tak dapat dilepaskan dari eratnya kaitan antara pupuk dan pertanian. Hal iniantara lain ditunjukkan oleh riset Litbang Kompas dalam melihat faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi tanaman padi di Indonesia. Menggunakan regresi data panel, analisis Litbang Kompas menemukan bahwa selain faktor iklim dan luas lahan, pupuk berpengaruh signifikan meningkatkan hasil produksi. Berdasarkan pemodelan yang digunakan, setiap penambahan 1.000 ton pupuk akan mendorong peningkatan produksi padi (GKG) 239 ton.
Baca juga: Pupuk Kaltim Amankan Pasokan Gas di Fakfak
Temuan tersebut senada dengan penelitian yang dilakukan Rafi Hidayat dan Sri Ulfa Sentosa (2021). Dalam risetnya tentang faktor–faktor yang memengaruhi output pertanian tanaman pangan di Indonesia, mereka menemukan bahwa penggunaan pupuk berpengaruh positif dan signifikan terhadap output pertanian tanaman pangan di Indonesia. Kedua riset hal tersebut melegitimasi pentingnya pupuk bagi pertanian. Ketersediaannya menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pertanian nasional.
Pertanian dan ketahanan pangan
Hadirnya pabrik pupuk dalam skala besar pun ibarat secercah harapan untuk mewujudkan asa tersebut. Hal ini menjadi penting lantaran selama ini produksi pupuk dalam negeri belum cukup mampu memenuhi total kebutuhan pupuk secara nasional.
Mengutip pernyataan Presiden Jokowi dalam peresmian pabrik PT Pupuk Iskandar Muda yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Februari 2023, selama ini kebutuhan pupuk nasional mencapai 13,5 juta ton per tahun. Namun, kebutuhan itu baru dapat terpenuhi sekitar 3,5 juta ton.
Tingginya kebutuhan pupuk juga tergambar dari data yang dipublikasi oleh Our World in Data (OWID). Merujuk data tahunan yang dikompilasi oleh OWID, penggunaan pupuk per hektar lahan pertanian di Indonesia terus meningkat setidaknya dalam enam dekade terakhir.
Tahun 1960, penggunaan pupuk per hektar lahan pertanian di Indonesia sebanyak 5,2 kilogram. Kini, setiap hektar lahan pertanian Indonesia menggunakan sekitar 127,3 kg pupuk. Dalam hal ini, pupuk yang dimaksud merupakan gabungan semua jenis pupuk, termasuk nitrogen, kalium, dan fosfat.
Sementara, saat ini, pemenuhan pupuk dapat dikatakan relatif cukup sulit sebagai dampak dari ketegangan Rusia-Ukraina. Sebab, Rusia merupakan salah satu produsen utama pupuk dunia. Kesibukan perang membuat produksi pupuk di Rusia terganggu. Alhasil, distribusi ke seluruh dunia pun terganggu. Tak terkecuali Indonesia, sebagai salah satu pengimpor bahan baku pupuk.
Dengan hadirnya pabrik pupuk baru, diharapkan dapat mengurai persoalan kekurangan pupuk yang masih terus mengintai tersebut. Menyelisik arsip pemberitaan Kompas, problem keterbatasan dan kelangkaan pupuk sebenarnya bukan hal yang baru. Setidaknya sudah tercatat di pemberitaan Kompas sejak 1965 dan mengancam penurunan produksi sejumlah komoditas seperti beras. Permasalahannya pun beragam, mulai dari kelangkaan, pupuk impor, hingga problem distribusi ke daerah.
Tak hanya itu, tercukupinya kebutuhan pupuk juga berpotensi mengurai mahalnya harga pupuk. Meminjam teori ekonomi terkait hukum permintaan dan penawaran, ketika ada keseimbangan antara kebutuhan dan pasokan maka harga relatif akan terjaga.
Baca juga: Proyek Industri Pupuk di Fakfak Dimulai, Ikhtiar Indonesia Berdaulat Pangan
Terkendalinya harga pupuk secara tidak langsung akan mengurangi beban petani. Sebab, saat ini subsidi pupuk untuk petani kian dibatasi, baik kuota, jenis tanaman sasaran, hingga anggarannya. Dengan kebutuhan pupuk yang tetap atau bahkan meningkat, petani harus mengeluarkan modal lebih besar untuk membeli pupuk nonsubsidi. Stabilnya harga pupuk relatif akan mampu menahan petani untuk tetap menjalankan usaha taninya. Keberlanjutan pertanian pun relatif lebih mudah diwujudkan.
Jika harapan itu berjalan sebagaimana mestinya, akan turut memperbesar peluang untuk mewujudkan cita-cita ketahanan pangan. Merujuk Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, ketahanan pangan didefinisikan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan.
Upaya itu biasanya tak lepas dari gagasan kemandirian pangan, yakni kemampuan negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri. Di sinilah keberlanjutan pertanian akan menentukan. Peran hadirnya industri pupuk sebagai salah satu infrastruktur utama pertanian pun kian signifikan.
Tentu bukan hanya soal jumlah, kualitasnya pun patut diperhitungkan. Sebab, pertanian kini dihadapkan dengan persoalan anomali iklim, fenomena kekeringan, hingga lahan yang kian sempit sehingga pupuk yang berkualitas menjadi penting untuk menjaga kuantitas dan kualitas output bahan pangan.
Di tengah fenomena degradasi lingkungan, pabrik pupuk ramah lingkungan yang ditawarkan anak perusahaan Pupuk Indonesia itu pun patut diapresiasi. Pabrik di Kawasan Industri Pupuk itu akan dibangun melalui pendekatan ESG (economic, social, and government). Konsep itu menganut pemanfaatan teknologi baru yang rendah karbon dan ramah lingkungan. Dengan demikian, degradasi lingkungan dari pabrik pun yang selama ini identik dengan pencemaran lingkungan relatif dapat diminimalisasi.
Pemerataan kesejahteraan warga Papua
Selain mewujudkan keberlanjutan pertanian dan ketahanan pangan, dibangunnya kawasan industri di Kabupaten Fakfak membawa asa tersendiri bagi wilayah timur Indonesia, terutama dalam hal pemerataan pembangunan.
Selama ini, kawasan timur Indonesia identik dengan ketertinggalan, baik dalam fasilitas fisik maupun kondisi sosial ekonominya. Kondisi jalan yang tidak memadai, tempat tinggal dan sanitasi yang tidak layak, pendidikan yang minim, hingga tingginya tingkat kemiskinan.
Spesifik di Provinsi Papua Barat, berbagai kondisi tersebut dengan mudahnya dapat ditemukan. Fasilitas fisik jalan, misalnya. Merujuk data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat 2021 terkait kondisi jalan, hanya separuh (55 persen) dari total jalan di Papua Barat yang tercatat dalam kondisi baik. Sisanya rusak ringan hingga berat. Performa tersebut jauh di bawah capaian nasional di mana hanya 25 persen jalan yang masuk kategori rusak.
Baca juga: Gelar Tikar Bangun Ketahanan Pangan Bersama
Dalam hal sosial ekonomi, ketertinggalan sudah tak terelakkan lagi. Misalnya kondisi kemiskinan. kawasan timur Indonesia, tak terkecuali Papua Barat, yang masih sarat kemiskinan. Tingkat kemiskinan di Papua Barat mencapai 20,49 persen. Artinya, satu dari lima orang di sana merupakan penduduk miskin. Jauh tertinggal dari rata-rata nasional yang sudah mencapai 9,36 persen. Demikian pula dengan angka pengangguran terbuka (5,53 persen) yang masih di atas capaian nasional (5,45 persen).
Karena itu, pembangunan kawasan industri pupuk skala besar diharapkan mampu meningkatkan derajat sosial ekonomi kawasan timur Indonesia. Sebab, proyek tersebut digadang-gadang akan membutuhkan 10.000 tenaga kerja selama masa konstruksi. Sementara, dalam proses produksinya diperkirakan mampu menyerap 400 tenaga kerja.
Bukan tidak mungkin jumlahnya akan lebih besar dari perkiraan tersebut. Sebagaimana konsep industri pada umumnya, berdirinya kawasan pabrik akan diikuti ragam kegiatan lainnya, mulai dari usaha penyedia makan-minum hingga hunian. Efek domino ini berpotensi membuka lapangan pekerjaan yang lebih besar.
Dalam jangka panjang, pembangunan di bidang lainnya pun akan mengikuti, baik fisik maupun nonfisik. Selain itu, pembangunan daerah secara keseluruhan pun dapat terakselerasi. Beroperasinya kawasan industri pupuk ini diperkirakan memberikan kontribusi Rp 15 miliar per tahun terhadap pendapatan daerah. Asupan kontribusi ini antara lain berasal dari pemanfaatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Melihat kontribusinya, keberadaan kawasan industri pupuk ini memiliki dampak besar pada perekonomian daerah. Di luar faktor ekonomi, kehadiran pabrik pupuk ini juga memupuk asa tercapainya hal-hal yang lebih mendasar dan mulia, yakni ketahanan pangan dan perbaikan taraf hidup penduduk di kawasan timur Indonesia. (LITBANG KOMPAS)