logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊPolemik Buangan Air Pengolahan...
Iklan

Polemik Buangan Air Pengolahan Limbah Radioaktif ke Lautan Pasifik

Air pengolahan limbah radioaktif dari Fukushima Daiichi dilepas ke Samudra Pasifik dengan diperkuat hasil kajian ilmiah.

Oleh
Budiawan Sidik A
Β· 1 menit baca
Pemandangan dari udara ini menunjukkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi di Fukushima, Jepang utara, Kamis (24/8//2023), tak lama setelah operatornya, Tokyo Electric Power Company Holdings (Tepco), mulai melepaskan gelombang pertama air radioaktif yang telah diolah ke Samudra Pasifik. Sebuah langkah kontroversial, tetapi merupakan tonggak sejarah bagi perjuangan Jepang melawan persediaan air radioaktif yang terus meningkat.
AP/KYODO NEWS

Pemandangan dari udara ini menunjukkan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi di Fukushima, Jepang utara, Kamis (24/8//2023), tak lama setelah operatornya, Tokyo Electric Power Company Holdings (Tepco), mulai melepaskan gelombang pertama air radioaktif yang telah diolah ke Samudra Pasifik. Sebuah langkah kontroversial, tetapi merupakan tonggak sejarah bagi perjuangan Jepang melawan persediaan air radioaktif yang terus meningkat.

Langkah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi membuang air olahan limbah radioaktif ke Samudra Pasifik menuai polemik. Selain mendapat tekanan dari warga setempat, langkah ini juga mendapat protes dari sejumlah negara, seperti China dan negara-negara di wilayah Pasifik. Meskipun demikian, air limbah radioaktif itu tetap dilepas dengan diperkuat hasil kajian ilmiah.

Kasus pembuangan limbah radioaktif tersebut merupakan serangkaian proses panjang pascabencana alam 12 tahun silam. Pada 11 Maret 2011, Jepang dilanda gempa besar berkekuatan magnitudo 9 yang memicu tsunami di sebagian wilayah pantai Jepang. Bahkan, di kawasan pantai timur laut Jepang terjadi tsunami dengan ketinggian lebih dari 10 meter. Akibatnya, terjadi kehancuran infrastruktur yang sangat besar, menimbulkan korban tewas hingga sekitar 20.000 jiwa, serta menyebabkan korban luka-luka lebih dari 6.000 orang.

Editor:
ANDREAS YOGA PRASETYO
Bagikan