logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊMencermati Peliknya Upah Murah...
Iklan

Mencermati Peliknya Upah Murah dan Kemiskinan di Yogyakarta

Pemerintah Provinsi DIY perlu mengkaji ulang kebijakan pengupahan di Yogyakarta. Tujuannya, mendorong tingkat upah menjadi lebih baik sehingga kualitas kesejahteraan dan belanja konsumsi bertambah.

Oleh
Agustina Purwanti
Β· 1 menit baca
Buruh tani memanen padi di lahan sawah yang semakin banyak ditempati bangunan hunian di Desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (29/9/2022). Selain beralih menjadi kawasan permukiman, laju penyusutan areal persawahan di Sleman juga terus terjadi antara lain karena pembangunan sejumlah proyek strategis nasional, seperti Jalan Tol Surakarta-Yogyakarta.
KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Buruh tani memanen padi di lahan sawah yang semakin banyak ditempati bangunan hunian di Desa Bokoharjo, Prambanan, Sleman, DI Yogyakarta, Kamis (29/9/2022). Selain beralih menjadi kawasan permukiman, laju penyusutan areal persawahan di Sleman juga terus terjadi antara lain karena pembangunan sejumlah proyek strategis nasional, seperti Jalan Tol Surakarta-Yogyakarta.

Relatif rendahnya tingkat upah di Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi salah satu penyebab keterbatasan daya beli masyarakat yang berpotensi mendorong tingginya angka kemiskinan. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu mengkaji kelayakan upah agar daya beli masyarakat meningkat dan sekaligus mengikis kemiskinan.

Tingginya angka kemiskinan di DIY yang sempat menjadi sorotan publik beberapa saat lalu tidak lepas dari tingkat pengeluaran penduduknya yang relatif rendah. Pasalnya, Badan Pusat Statistik menghitung angka kemiskinan berdasarkan besaran pengeluaran per kapita penduduk. Semakin rendah belanja setiap individu, maka individu bersangkutan akan semakin mendekati angka garis kemiskinan. Apabila akumulasi pengeluarannya lebih rendah dari jumlahnominal konsumsi garis kemiskinan, maka individu tersebut masuk dalam kelompok penduduk miskin.

Editor:
BUDIAWAN SIDIK ARIFIANTO
Bagikan