logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊKebangkitan Piringan Hitam,...
Iklan

Kebangkitan Piringan Hitam, Tetap Eksis meski Tanpa Mendominasi Pasar

Piringan hitam semakin banyak diminati oleh penikmat musik, khususnya dari kalangan generasi milenial. Kaum muda mampu mendefinisikan ulang nilai-nilai produk budaya populer jadul sehingga kembali trendi di era digital.

Oleh
Yohanes Advent Krisdamarjati
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/bU3Xd6KoyYWgg7wtfp7GwNXP8rQ=/1024x576/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F04%2F426125_getattachment7592a123-bcef-4bcd-93bb-dfd28ad16a5a417513.jpg
Kompas/Hendra A Setyawan

Piringan hitam (vinyl) diputar di sebuah kios penjualan piringan hitam di Jalan Surabaya, Jakarta Pusat, 15 Maret 2017. Tempat ini menjadi salah satu pusat penjualan piringan hitam di Jakarta.

Lima tahun belakangan, nilai penjualan vinyl atau piringan hitam terus tumbuh di sejumlah negara. Kebangkitan piringan hitam didorong oleh para musicophile atau penikmat musik yang mencari pengalaman mendengar musik analog atau menjadikannya sebagai dekorasi ruangan. Kalangan generasi milenial mendominasi dalam kebangkitan gelombang kedua ini.

Piringan hitam atau vinyl mulai dikenal masyarakat dunia pada 1948. Kala itu ilmuwan Amerika Serikat, Peter Goldmark, memperkenalkan suara yang direkam sesuai guratan alur pada piringan berbahan polivinil klorida. Ketika piringan diputar, sebuah jarum pada kepala elektromagnetik yang mengikuti alur akan membaca guratan pada vinil menjadi gelombang suara.

Editor:
yogaprasetyo
Bagikan