logo Kompas.id
β€Ί
Risetβ€ΊWiji Thukul, Grafiti, dan Nada...
Iklan

Wiji Thukul, Grafiti, dan Nada Kegelisahan di Tembok Kota

Tembok kota seakan menjadi jalan akhir untuk menyuarakan keresahan saat cara-cara formal tidak bermuara. Memahami makna yang disampaikan melalui goresan di setiap tembok kota adalah kunci menghadapi fenomena mural ini.

Oleh
Dedy Afrianto
Β· 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/aO5_IxlVk0mRie2b3Pt2bVVcbtk=/1024x621/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2018%2F01%2Fkompas_tark_4710965_19_0.jpeg
Kompas

Mural berisi kutipan puisi karya penyair Wiji Thukul tergambar di tembok pembatas jalan tol di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Minggu (9/2/2014). Pesan dalam mural itu menggugah kesadaran akan jiwa dan semangat nasionalisme bagi bangsa Indonesia.

Boleh jadi, tembok kota adalah jalan terakhir yang dimiliki oleh sebagian masyarakat untuk menyuarakan keresahannya saat cara-cara formal tidak bermuara. Atau, inilah satu-satunya cara yang dimiliki oleh kaum marjinal untuk menyampaikan keluh kesahnya kepada penguasa.

Suka ataupun tidak, harus diakui bahwa tembok kota adalah bagian yang turut merekam perjalanan sejarah bangsa. Saking pentingnya, kata tembok bahkan pernah digunakan sebagai metafora dalam sebuah sajak pada dekade 1980-an.

Editor:
yohanwahyu
Bagikan