logo Kompas.id
โ€บ
Risetโ€บMengapa Sinetron Dicaci, tapi ...
Iklan

Mengapa Sinetron Dicaci, tapi Tetap Ada?

Terdapat tiga unsur penilaian terburuk untuk konten sinetron, yaitu memuat unsur kekerasan, cerita yang tidak berelevansi satu sama lain, serta tidak melindungi kepentingan anak-anak dan remaja.

Oleh
Yohanes Mega Hendarto
ยท 1 menit baca
https://cdn-assetd.kompas.id/VEnZzJ0k57g94aZyydMRaoReu8g=/1024x659/filters:watermark(https://cdn-content.kompas.id/umum/kompas_main_logo.png,-16p,-13p,0)/https%3A%2F%2Fkompas.id%2Fwp-content%2Fuploads%2F2021%2F03%2F1740f9eb-9d49-4d36-924c-5fdda186a460_jpg.jpg
Kompas/Hendra A Setyawan

Kualitas sinetron yang masih di bawah standar menjadi keprihatinan masyarakat yang dituangkan dalam mural di kawasan Cisauk, Tangerang, Banten, Senin (15/3/2021). Hasil Riset Indeks Kualitas Program Siaran TV Periode II-2019 yang dirilis Komisi Penyiaran Indonesia pada 2019 menyatakan, kualitas program-program siaran tersebut dalam lima tahun terakhir masih rendah.

Program serial, seperti sinetron televisi, menjadi suguhan laris di kalangan pemirsa Indonesia. Kendati kerap menjadi bahan protes warganet ke Komisi Penyiaran Indonesia, sinetron tetap saja diproduksi dan menjadi senjata sejumlah stasiun televisi untuk menaikkan rating mereka.

Awal Juni 2021 ini, warganet menyoroti tayangan sinetron Suara Hati Istri yang disiarkan oleh salah satu televisi swasta Indonesia (2/6/2021). Masyarakat membicarakan pemeran tokoh Zahra yang menjadi istri ketiga dari tokoh Pak Tirta. Sinetron Suara Hati Istri sebenarnya sudah ditayangkan sejak 28 Januari 2021 dan kini masuk ke sekuel kedua yang disutradarai oleh Sam Sarumpaet dan Joe Sandjaya.

Editor:
yogaprasetyo
Bagikan